Sumber: Kompas.com | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menyegel empat perusahaan tambang yang beroperasi di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Keempat perusahaan itu antara lain PT Gag Nikel (PT GN) di Pulau Gag, PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP) di Pulau Manuran, PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM) di Pulau Kawei, serta PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) di Pulau Manyaifun dan Pulau Batang Pele.
Menteri LH, Hanif Faisol Nurofiq, mengatakan penyegelan dan penghentian operasional dilakukan lantaran perusahaan tambang nikel di Raja Ampat tersebut disinyalir menyebabkan kerusakan lingkungan.
"Ini sudah dikasih juga papan penyegelan oleh dari teman-teman Penegakan Hukum. Jadi ini agak serius kondisi lingkungannya untuk Pulau Manuran penambangan nikel yang dilakukan selain pulau kecil kegiatan penambangnya kurang hati-hati," ujar Hanif dalam keterangannya, Senin (9/6/2025).
Baca Juga: Menteri LH: GAG Nikel dan 12 Perusahaan Dapat Izin Khusus Beroperasi di Raja Ampat
Sehingga, ada potensi pencemaran lingkungan serius di Pulau Manuran. Sementara ini, KLH tengah mengambil sampel dari lokasi penambangan.
Selain itu, meminta keterangan ahli soal kerugian maupun kerusakan lingkungan yang diakibatkan dari penambangan di Raja Ampat.
"Untuk kami simpulkan apakah ini ke arah penindakan pidana, perdata ataupun sanksi administrasi pemerintah. Sehingga biasanya diperlukan waktu agak lama," ucap dia.
Hanif menyatakan bahwa pihaknya membutuhkan waktu sekitar dua bulan untuk mengambil tindakan lebih lanjut terkait pelanggaran. Dia pun memerintahkan Bupati Raja Ampat meninjau kembali persoalan lingkungan PT ASP karena dokumennya masih berada di tangan pemerintah daerah.
Sedangkan izin persetujuan lingkungan PT ASP bakal dicabut, lantaran operasionalnya menyebabkan pencemaran akibat settling pond jebol dan kegiatan di kawasan suaka alam. Hasil pengawasan PPLH menemukan adanya kegiatan tambang nikel di luarPersetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) seluas 5 hektare.
Baca Juga: Bahlil Sebut Masyarakat Pulau Gag Minta Tambang Nikel Dilanjutkan
"PT ASP dari pengawasan lapangan, ada indikasi pencemaran dan perusahaan lingkungan yang ditimbulkan dan akan betul-betul dilakukan penegakan hukum, baik hukum pidana maupun hukum perdata," kata Hanif.
"Karena kondisi lingkungannya sudah kami rekam seperti itu, sehingga kepada yang bersangkutan harus mempertanggungjawaban kegiatannya," imbuh dia.
PT GN berkegiatan di Pulau Gag yang masuk kawasan hutan lindung dan termasuk kategori pulau kecil. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 PT GN merupakan salah satu dari 13 kontrak karya yang diperbolehkan menambang dengan pola terbuka di hutan lindung.
Namun, persetujuan lingkungan perusahaan akan ditinjau kembali. KLH pun memerintahkan pemulihan atas dampak ekologis kepada perusahaan.
Selanjutnya, PT KSM melakukan kegiatan di Pulau Kawe, pulau kecil yang berada di kawasan hutan produksi. Berdasarkan pengawasan, ditemukan kegiatan di luar izin kawasan. Oleh karenanya, izin lingkungan PT KSM ditinjau kembali serta proses hukum akan dilakukan atas pelanggaran kehutanan.
PT MRP menjalankan eksplorasi di Pulau Manyaifun dan Batang Pele tanpa dokumen lingkungan dan tanpa PPKH. Hanif mencatat, ada kegiatan eksplorasi di 10 titik dalam kawasan hutan tanpa PPKH.
Baca Juga: Kementerian Lingkungan Hidup Segel Tambang Nikel Milik PT ASP di Raja Ampat
"Karena ada pelanggarannya tentu ada potensi dikenakannya penegakan hukum pidana lingkungan hidup terkait dengan pelaksanaan kegiatan yang melebihi batas yang diberikan oleh pemerintah pada kegiatan tersebut," jelas dia.
Isu tambang nikel di Raja Ampat mencuat usai empat aktivis Greenpeace Indonesia dan Raja Ampat menggelar aksi protes dalam acara Indonesia Critical Minerals Conference 2025, Selasa (3/6/2025). Dalam aksinya, para aktivis menyuarakan soal dampak yang akan terjadi usai ekspansi tambang di tanah Papua tersebut.
Juru Kampanye Hutan Greenpeace, Iqbal Damanik, menyatakan pihaknya menemukan aktivitas pertambangan di sejumlah pulau di Raja Ampat antara lai di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran. Menurut analisis Greenpeace, eksploitasi nikel di ketiga pulau itu telah membabat lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami.
Sejumlah dokumentasi menunjukkan adanya limpasan tanah yang memicu sedimentasi di pesisir yang berpotensi merusak karang, dan ekosistem perairan Raja Ampat akibat pembabatan hutan serta pengerukan tanah.
Selanjutnya: Gelombang PKPU Anak Usaha BUMN Karya Masih Berlanjut, Kali Ini Menerpa Anak WSKT
Menarik Dibaca: Rekomendasi 5 Film Psikopat dari Kisah Tragedi Pembunuhan di Dunia Nyata
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News