kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menteri Investasi: Banyak Negara Tidak Ingin Negara Berkembang Jadi Negara Maju


Selasa, 27 September 2022 / 17:09 WIB
Menteri Investasi: Banyak Negara Tidak Ingin Negara Berkembang Jadi Negara Maju
ILUSTRASI. Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menghadiri Rapat Koordinasi Teknis Bidang Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu se-Papua Barat, Rabu (15/6).


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebut banyak negara di dunia yang tidak ingin negara berkembang bertransisi menjadi negara maju.

"Ternyata tidak semua negara di dunia ini ingin negara-negara berkembang itu maju menjadi negara maju," ujar Bahlil  dalam Konferensi Pers Perkembangan Investasi 2022, Senin (26/9).

Ia mencontohkan, kebijakan Indonesia melakukan hilirisasi minerba untuk meningkatkan nilai tambah ditentang dan menjadi perdebatan pada pertemuan tingkat menteri dengan negara-negara anggota G20 di Bali.

"Kebijakan Presiden Jokowi tentang hilirisasi, penciptaan nilai tambah, kolaborasi dengan UMKM, ternyata itu belum menjadi suatu konsensus utuh bagi negara  G20. Ketika mendorong terjadinya hilirisasi, sebagian negara maju tidak menginginkan itu terjadinya hilirisasi," tambahnya.

Baca Juga: BKPM Janji Rancangan Aturan Kemudahan Berusaha di IKN Selesai pada Oktober 2022

Namun, Bahlil menegaskan, tidak ada cara lain bagi negara berkembang untuk menjadi negara maju apabila tidak melakukan hilirisasi dan menciptakan nilai tambah.

Seperti yang diketahui, pemerintah telah menyiapkan strategi terhadap kebijakan yang mengganggu hilirisasi minerba. Salah satunya dengan menggunakan kesepakatan Bali Compendium yang lahir dalam pertemuan G20 Trade, Investment and Industry Ministerial Meeting (TIIMM).

Kata Bahlil, dengan adanya Bali Compendium tersebut, maka satu negara dilarang untuk mengintervensi kebijakan investasi negara lain, khususnya dalam hal hilirisasi, sehingga dapat menghargai kebijakan di negara masing-masing.

Bali Compendium membuat negara-negera bisa menghargai strategi investasi negara lain sehingga negara-negara di dunia tidak boleh menjadi penghalang bagi satu negara untuk melakukan hilirisasi, seperti yang dilakukan Indonesia dalam melakukan pelarangan eskpor nikel.

Untuk itu, Bali Compendium akan menjadi acuan bagi masing-masing negara dalam melaksanakan strategi untuk menarik investasi berkelanjutan.

Upaya Indonesia untuk mendorong kolaborasi ivestor asing dengan pengusaha daerah atau UMKM juga ditentang oleh negara lain. Bahlil menyebut, meski di Indonesia sudah ada Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, ternyata negara lain belum menerima hal tersebut.

Namun, Indonesia tetap mempertahankan pendiriannya dengan melakukan perdebatan dengan delegasi sejumlah negara, dan hal tersebut mendapat dukungan dengan negara berkembang lainnya seperti Brasil, Afrika, Argentina dan negara berkembang lainnya.

Baca Juga: BKPM Janji Rancangan Aturan Kemudahan Berusaha di IKN Selesai pada Oktober 2022

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×