kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Menteri Agraria dan Tata Ruang kudu bisa 4 hal ini


Sabtu, 25 Oktober 2014 / 16:34 WIB
Menteri Agraria dan Tata Ruang kudu bisa 4 hal ini
ILUSTRASI. Inilah Cara Layering Kandungan Skincare untuk Kulit Kering dan Kulit Anti Aging


Sumber: Kompas.com | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Selain menyetujui perubahan perangkat kerja pemerintahan melalui penggabungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Ikatan Ahli Perencana Indonesia (IAP) juga merekomendasikan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla untuk memilih sosok yang bisa melakukan empat hal krusial sebagai pucuk pimpinannya.

Empat hal tersebut adalah pertama, Menteri Agraria dan Tata Ruang harus dapat membentuk struktur organisasi yang dapat menangani penggabungan urusan land use dan land register dalam satu sistem yang efektif dan efisien. 

Dalam aspek ruang tanah dan bawah tanah, penggabungan urusan land use dan land register di dalam satu atap akan menjadikan pelaksanaan pembangunan menjadi efektif dan efisien. Urusan perizinan menjadi lebih mudah karena dikontrol dalam satu kementerian. Seharusnya hal yang sama juga dilakukan untuk ruang laut, bawah laut udara dan ruang budaya bagi kelestarian aset masyarakat adat.

"Oleh karena itu, dia juga mutlak harus dapat melakukan koordinasi dengan kementerian maritim dalam urusan penataan pesisir dan pulau-pulau kecil, bekerjasama dengan kementerian yang membidangi pengembangan perkotaan, perdesaan, wilayah tertinggal, perbatasan Negara, dan kawasan khusus lainnya," terang Ketua Umum IAP, Bernardus Djonoputro kepada Kompas.com, Sabtu (25/10). 

Hal kedua yang harus bisa dilakukan menteri, lanjut Bernardus, bisa membawa kembali urusan tata ruang yang ada di berbagai sektor untuk tergabung ke dalam kementerian agraria dan tata ruang, khususnya yang setingkat direkorat jenderal dan direktorat.

Ketiga, sang menteri harus bisa membawa perubahan dalam penataan ruang dan pertanahan yang lebih peka terhadap pelayanan masyarakat umum.

"Terakhir, menteri agraria dan tata ruang harus bisa membuka diri terhadap masukan dari berbagai stakeholder lainnya, khususnya akademisi dan profesional di bidang penatan ruang," tandas Bernardus.

Empat hal tersebut di atas, kata dia, harus bisa dilakukan. Pasalnya, dalam hal urusan tata ruang kemudian menjadi jelas, kementerian sudah diatur dalam UU No 26/2007 tentang Penataan Ruang kemudian adalah Kementerian Agraria dan Tata Ruang.

"Implikasinya adalah keberadaan lembaga adhoc Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) yang ditetapkan melalui Perpres harus dicabut," tambah Bernardus.

Namun kemudian, struktur dari kementerian baru ini menjadi penting, karena masih terdapat berbagai direktorat jenderal dan direktorat yang mengurusi juga masalah tata ruang tersebar di delapan kementerian/lembaga. Oleh karena itu, upaya merger maupun penghapusan harus dilaksanakan secara teliti dan penuh pertimbangan.

Urusan tata ruang juga tidak dapat dilepaskan dari pengembangan perkotaan dan perdesaan, maupun pengembangan wilayah khusus dan tertentu. Kementerian baru juga harus memiliki struktur organisasi yang dapat memberikan ruang bagi kementerian lainnya untuk berkoordinasi. (Hilda B. Alexander)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×