Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla terancam menanggung beban kelanjutan subsidi sebesar sekitar Rp 46 triliun. Pasalnya, volume BBM bersubsidi tahun ini diprediksikan akan melampaui kuota.
Menteri Keuangan Chatib Basri menerangkan, carryover subsidi BBM terjadi lantaran volume konsumsi yang melebihi kuota tidak bisa dibayar dengan APBN tahun berjalan. Subsidi BBM yang bisa dibayar APBN tahun berjalan hanyalah yang disebabkan kenaikan harga minyak mentah atau Indonesian Crude Price (ICP) serta perubahan nilai tukar rupiah.
"Makanya, subsidi BBM-nya naik dari Rp 245 triliun jadi Rp 291 triliun, selisihnya Rp 46 triliun itu di-carryover. Subsidi BBM-nya enggak berubah (dari APBNP 2014) kecuali carryover-nya aja. Tetapi kalau kemudian Pak Jokowi memutuskan naikin menaikkan harga, subsidinya bekurang, belum tentu itu harus di-carryover," kata dia Rabu (10/9).
Chatib menjelaskan, kalaupun Jokowi enggan menaikkan harga BBM pada tahun ini dengan berbagai pertimbangan, solusi yang ditawarkan adalah menambah kuota BBM bersubsidi.
"Kalau tidak ada pilihan ya harus Perppu. Kasihan sebetulnya pemerintahan baru. Tapi masa Presiden baru bikin Perppu cuma buat nambahin satu juta (kiloliter). Ini nih, kita kadang-kadang membikin hal-hal yang kadang tidak perlu lho," ucap Chatib kesal.
Kekesalan Chatib disebabkan dalam pembahasan APBN-Perubahan 2014 beberapa bulan lalu, dia telah meminta kepada parlemen agar subsidi BBM tidak dikunci terlalu sempit. Namun toh nyatanya parlemen memutuskan kuotanya hanya 46 juta kiloliter.
"Mereka bilangnya (waktu itu), pemerintah tidak disiplin kalau tidak dikunci. Saya sudah hitung-hitung pasti tembus waktu itu. Ini kan lucu, dibilangnya pemerintah sekarang ini membebani. Untung saya minta bikin catatan waktu itu," aku Chatib. (Estu Suryowati)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News