Reporter: Dendi Siswanto, Rashif Usman | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonomi bawah tanah atau underground economy menjadi perhatian pemerintah dalam meningkatkan penerimaan pajak.
Kegiatan ekonomi ini mencakup aktivitas ilegal maupun informal yang tidak tercatat dalam produk domestik bruto (PDB), seperti judi daring, tambang ilegal, penangkapan ikan ilegal, hingga bisnis tanpa cukai.
Menurut Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, nilai ekonomi bawah tanah di Indonesia diperkirakan mencapai 15%-20% dari PDB. Jika diasumsikan 15% dari PDB Indonesia sebesar Rp 24.000 triliun, nilainya mencapai Rp 3.600 triliun.
"Dengan tax ratio 10,4%, potensi penerimaan pajak bisa mencapai Rp 375 triliun," ujar Wijayanto kepada KONTAN belum lama ini.
Baca Juga: Mengintip Potensi Pajak Underground Economy dan Tantangannya
Pemerintah, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 8%.
Untuk itu, sumber pendapatan negara yang belum tergali, termasuk dari ekonomi bawah tanah, mulai dimaksimalkan.
Salah satu langkahnya adalah menambah jumlah wakil menteri keuangan menjadi tiga orang, salah satunya bertugas menggali potensi pajak dari sektor ini.
Memetakan Potensi
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan berkoordinasi dengan berbagai kementerian untuk memetakan aktivitas ekonomi ilegal dan informal.
Untuk aktivitas ilegal seperti judi daring dan tambang ilegal, Kemenkeu akan bekerja sama dengan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
Baca Juga: Optimalkan Penerimaan di Sektor Perikanan, Wamenkeu Anggito Datangi Kantor KKP
Sementara itu, untuk sektor informal, kerja sama dilakukan dengan Kementerian UMKM, Kementerian Koperasi, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Selain itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat nilai transaksi ekonomi bawah tanah mencapai ratusan triliun rupiah setiap tahunnya.
Sebagai contoh, hingga November 2024, transaksi judi daring di Indonesia tercatat mencapai Rp 283 triliun.
Konsultan Pajak Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman, memperkirakan potensi pajak dari judi daring bisa mencapai Rp 100 triliun dengan asumsi perputaran uang Rp 300 triliun per tahun.
Tantangan Besar
Meski potensi pajak ekonomi bawah tanah besar, pelaksanaannya tidak mudah. Pengamat Pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, membagi ekonomi bawah tanah menjadi empat sektor: produksi bawah tanah, produksi ilegal, sektor informal, dan produksi rumah tangga untuk konsumsi pribadi.
Potensi terbesar berasal dari produksi bawah tanah yang legal namun tidak tercatat akibat penghindaran pajak.
Fajry mengingatkan bahwa aktivitas ilegal seperti judi daring sulit dipajaki secara berkelanjutan kecuali dilegalkan.
Baca Juga: Akan Diburu Pajak, Berapa Potensi Pajak dari Kegiatan Ekonomi Bawah Tanah?
Namun, legalisasi aktivitas ilegal membawa konsekuensi moral dan sosial yang perlu dipertimbangkan. Untuk sektor informal, tantangannya adalah tingginya biaya administrasi dibanding potensi penerimaan.
Pemerintah juga didorong untuk memanfaatkan data pihak ketiga dan mengoptimalkan peran Badan Intelijen Keuangan guna mendukung penggalian data sektor ini.
Keberhasilan menggali potensi pajak ekonomi bawah tanah bergantung pada keseriusan pemerintah dalam menyusun kebijakan, menegakkan hukum, dan memperbaiki sistem administrasi pajak.
Dengan potensi yang besar, langkah ini dapat menjadi salah satu kunci mencapai target pertumbuhan ekonomi yang ambisius.
Selanjutnya: IHSG Turun 4 Hari Beruntun, Intip Saham Top Gainers dan Losers Hari Ini (18/11)
Menarik Dibaca: Universitas Ciputra Ajak Mahasiswa Ikut Pameran SIAL Interfood 2024
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News