Sumber: Kompas.com | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sosok Baharuddin Lopa tidak bisa dilepaskan dari dunia hukum dan kehakiman Indonesia. Pria kelahiran 27 Agustus 1935 di Pambusuang, Polewali Mandar, Sulawesi Selatan itu terkenal sebagai penegak hukum yang tegas dan selalu melawan ketidakadilan.
Lopa merupakan doktor hukum laut lulusan Universitas Diponegoro, Semarang yang kemudian berkarier sebagai jaksa. Berbagai jabatan pernah diembannya, seperti Kepala Kejaksaan Tinggi di Sulawesi Selatan dan Kepala Pusdiklat Kejaksaan Agung di Jakarta.
Baca Juga: Menebus keadilan yang tergadai
Pria yang tutup usia pada 2001 itu pun pernah menjabat Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia dan Jaksa Agung Indonesia. Tak hanya itu, Lopa pernah menjadi anggota Komnas HAM antara 1993-1998. Bahkan, Lopa yang wafat diusia 66 tahun itu, juga pernah menjadi Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi.
Mengenang Lopa
Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR) RI dari Kelompok Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Muhammad Asri Anas, mengenang Lopa sebagai sosok yang menarik untuk dibicarakan. Menurut dia, mengenang sosok Lopa seperti membayangkan oase keadilan.
"Ketika ada ketidakadilan dalam hukum, maka sosok Lopa menjadi perbincangan," kenang pria yang menjadi Ketua Kerukunan Keluarga Mandar Sulawesi Barat itu dalam pernyataan tertulis, Jumat (12/7.
Baca Juga: Prabowo & Jokowi persoalkan layak tidaknya orang partai pimpin lembaga negara
Sosok Lopa, imbuh Anas, merupakan panutan dan menjadi contoh dalam penegakan hukum dan keadilan. Ia mencontohkan saat debat Calon Presiden 2019 lalu, baik Joko Widodo maupun Prabowo menginginkan penegakan hukum seperti apa yang pernah dilakukan Lopa.
"Bila membayangkan Lopa, maka kita membayangkan keadilan," ujar Anas.
Menurut dia, sikap tegas Lopa dalam menegakkan hukum muncul karena budaya suku Mandar yang mengajarkan hal itu. "Kalau dibilang A, ya A. Kalau dibilang benar, ya benar. Kalau dibilang putih, ya putih," kata dia.
Baca Juga: Kisah Jusuf Kalla dapat honor Rp 2 Juta dari KPK
Anas menilai, Lopa tidak hanya menjadi kebanggaan suku Mandar, tetapi juga kebanggaan Indonesia. Oleh karena itu, ia mengapresiasi Alif We Onggang yang mengabadikan sosok Lopa dalam buku berjudul "Lopa yang Tak Terlupa."
Anas berharap, buku yang menampilkan sketsa wajah Lopa di bagian sampul itu dapat menjadi pegangan para penegak hukum di Indonesia.
Baca Juga: Kejagung tunggu penetapan MA untuk susu formula berbakteri
Pada Jumat (12/9/2019), buku karya Alif dibahas oleh Sekretariat Jenderal (Setjen) MPR bersama Kerukunan Keluarga Mandar Sulawesi Barat di komplek gedung MPR RI. Kabiro Humas Setjen MPR Siti Fauziah menjelaskan, Perpustakaan MPR memang kerap membahas dan membedah buku-buku penting.
Buku tentang Lopa, misalnya. Buku itu perlu diketahui masyarakat karena bercerita tentang profil dan upaya penegakan hukum yang dilakukan Lopa. Pemikiran Lopa juga banyak dibahas dalam buku tersebut.
Acara bedah buku itu dihadiri Rahmat Hasanuddin, Andi Hamzah, Arief Mulyawan, Muhammad Amri sebagai pembicara, dan M. Ichsan Loulembah sebagai moderator. (Anissa Dea Widiarini)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News