Sumber: Kompas.com | Editor: Noverius Laoli
Kisah Ki Hadjar Dewantara
Banyak kisah tentang Ki Hadjar Dewantara, yang bernama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat.
Ia tidak menginginkan namanya diabadikan sebagai nama jalan atau taman-taman. Hal itu ternyata merupakan wasiat Ki Hadjar Dewantara kepada keluarganya, sebelum mengembuskan napas terakhir pada 26 April 1959.
Melansir artikel lain dari Harian Kompas edisi 23 April 1985, pihak keluarga dan Majelis Luhur Taman Siswa telah menyampaikan hal ini kepada seluruh wali kota dan bupati se-Indonesia.
Baca Juga: Jepang akan memutuskan perpanjangan keadaan darurat pada Senin pekan depan
Surat berisi informasi yang sama juga pernah dikirimkan kepada seluruh menteri di Kabinet Pembangunan III.
Dalam surat itu, dilampirkan kesaksian dari pihak Taman Siswa dan keluarga yang benar-benar mendengar dan mengetahui wasiat itu.
Beberapa di antaranya yang menjadi saksi adalah ketiga putra dan putri Ki Hadjar Dewantara yaitu Ki Subroto Arya Mataram, Nyi Ratih Saleh Lahade, dan Ki Sudiro Alimurtolo.
Meski penamaan ini menunjukkan penghormatan dan upaya bangsa untuk tetap mengingat sosoknya, namun Ki Hadjar Dewantara merasa keberatan dan tak berkenan.
Ketika itu, kepada Harian Kompas, Panitera Umum Majelis Luhur Farnan Siswa H Moesman W berharap pemerintah dan masyarakat memberi perhatian terhadap wasiat tersebut dan menghargainya dengan tidak menamai jalan atau taman dengan nama "Ki Hadjar Dewantara".
"Pengabadian nama Ki Hadjar Dewantara sebetulnya membesarkan hati Majelis Luhur Taman Siswa, namun bagaimana lagi kalau beliau keberatan," ujar Moesman.
Baca Juga: Kim Jong Un tampil ke publik setelah spekulasi kematiannya, begini komentar Trump
Namun, menurut dia, saat itu sudah ada kota-kota di Indonesia yang menggunakan nama Ki Hadjar Dewantara sebagai nama jalan atau taman, misalnya di Cilacap, Bukittinggi, Pekanbaru, dan Tanjungkarang.
"Kami mengharap segera diganti dengan nama lain," ujar Moesman.