Reporter: Bidara Pink | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia sudah mengambil langkah cepat untuk meluncurkan sovereign wealth fund (SWF) atau Lembaga Pengelola Investasi (LPI). Bahkan, Indonesia suda berhasil mendapatkan komitmen dari 50 entitas pengelola dana investasi dari berbagai negara.
Namun, dari daftar tersebut, tidak ditemukan negara China. Padahal, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, China merupakan investor asing terbesar kedua yang menanamkan modal di Indonesia pada tahun 2020 sebesar US$ 4,8 miliar.
Data BKPM juga menunjukkan, dari 2015 hingga kuartal ketiga 2020, investasi China di Indonesia naik 559% dan mencakup 10.083 proyek, mulai dari pekerjaan infrastruktur hingga operasi pertambangan.
Baca Juga: Kasus Covid-19 diperkirakan capai 1,7 juta, begini kesiapan anggarannya
Penulis buletin Reformasi Kevin O’Rourke memiliki pendapat yang lebih liar. Ia mencurigai absennya China disebabkan oleh Indonesia yang berusaha menghindari investasi dari negara tirai bambu tersebut karena khawatir Beijing pada akhirnya akan memegang kendali atas infrastruktur utama Indonesia.
“Meski tidak pernah diakui, ada alasan untuk curiga bahwa alasan kuat adalah untuk menjaga aktivitas infrastruktur di bawah kepemilikan negara, ada ketakutan laten proyek kritis akan berada di bawah kendali China,” ujar O’Rourke seperti yang dikutip dari South China Morning Post, Senin (8/2).
Bagaimanapun, kepemilikan swasta atas aset mulai diragukan, terutama di bidang infrastruktur. Apalagi, mengingat sebagian besar modal swsta untuk proyek infrastruktur berasal dari luar negeri.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance Esther Sri Astuti menyebut, absennya China dari daftar negara yang sudah melakukan komitmen dengan LPI disebabkan banyaknya proyek investasi yang sudah dimiliki China di negara Indonesia.
Baca Juga: Pemerintah klaim ada Rp 133 triliun investasi yang siap masuk ke LPI
“Indonesia juga pasti ingin mendiversifikasi portofolionya untuk mengurangi risiko dan mengumpulkan lebih banyak investasi dengan mendekati negara lain. Sentimen anti China di Indonesia juga tetap besar, sehingga membuat pemerintah melirik negara selain China,” kata Esther.
LPI merupakan lembaga yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia dan akan dijadikan sebagai pendukung proyek pembangunan di Indonesia, seperti jalan tol, jembatan, bandara, dan pelabuhan.
LPI digadang bisa beroperasi pada kuartal I-2021 dengan modal awal US$ 5 miliar atau sekitar Rp 75 triliun. Dari total tersebut, pemerintah mengalirkan penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 15 triliun. Sisanya, modal akan berasal dari pengalihan ekuitas dan aset perusahaan milik negara.
Dengan adanya LPI, Indonesia berharap mampu menghimpun dana US$ 20 miliar yang akan digunakan untuk menopang ekonomi Indonesia senilai US$ 1 triliun.
Lima entitas pengelola dana asing diketahui sudah membangun komitmen tegas maupun lunak untuk berinvestasi dengan total US$ 9,8 miliar.
Seperti contohnya Japan Bank International Cooperation (JBIC) telah memberi komitmen sebesar US$ 4 miliar kepada LPI. Kemudian ada juga US International Development Finance Corporation yang berkomitmen senilai US$ 2 miliar.
Baca Juga: Pulihkan ekonomi, proses perizinan gedung di Jakarta dipercepat menjadi 57 hari kerja
Caisse de Depot et Placement du Quebec Kanada digadang akan berinvestasi US$ 2 miliar dalam proyek konstruksi jalan tol, sementara Algemene Pensioen Groep dari Belanda berkomitmen US$ 1,5 miliar dan bank Australia Macquarie Investment akan memiliki komitmen lunak US$ 300 juta.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut, Indonesia juga telah melakukan pendekatan kepada Abu Dhabi Investment Authority meski belum ada komitmen investasi yang dibuat.
Setelah LPI terbentuk sepenuhnya, investor bakal diberi pilihan untuk berinvestasi dalam master fund maupun thematic fund. Pilihan yang dipilih memungkinkan mereka untuk berinvestasi dalam industri atau proyek tertentu.
Selanjutnya: Cadev naik, ekonom Bank Mandiri yakin neraca perdagangan bakal ikut surplus
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News