Sumber: Kompas.com | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Menteri Pendidikan Muhadjir Effendy mengatakan, kebijakan lima hari sekolah dengan durasi delapan jam setiap hari ditujukan untuk para guru, bukan siswa.
Hal ini disampaikan Muhadjir dalam acara pertemuan dengan para redaktur media massa, di Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Selasa (12/7).
"Mendikbud punya problem besar, itu mengenai beban kerja guru. Perundang-undangan Nomor 74 tahun 2008 disebutkan bahwa beban kerja guru (minimal) 24 jam tatap muka dalam satu minggu," kata Muhadjir.
Adapun pencapaian kuota jam mengajar tersebut merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan tunjangan profesi.
Peraturan itu membuat sejumlah guru kelimpungan. Khususnya, guru mata pelajaran Bahasa Asing, Agama, Sosiologi, dan sejumlah pelajaran lain yang kuota jam belajaranya sedikit.
Kemudian, sebagian guru memilih mengajar di tempat lain demi memenuhi kuota tersebut.
Namun, cara ini akan sulit diterapkan oleh para guru di daerah. Sebab, biasanya jarak antara satu sekolah dengan sekolah lain cukup jauh atau akses jalan yang harus dilalui terbilang sulit.
Menengahi problematika itu, Kemendikbud meregulasi kebijakan belajar mengajar.
Sekolah dengan durasi delapan jam setiap hari menjadi wacana.
"Jadi, lima hari kerja (durasi) delapan jam itu mengacu pada guru, bukan jam siswa," kata Muhadjir.
Pada penerapannya, siswa tidak harus mengikuti ekstrakurikuler di sekolah setelah kegiatan belajar mengajar.
Siswa yang punya kegiatan seperti mengaji, membantu orangtua, atau kegiatan lainnya di luar sekolah, tetap bisa menjalankan aktivitas tersebut.
Yang terpenting, kegiatan itu tetap dipantau oleh guru.
Muhadjir mengatakan, semua kegiatan siswa akan menjadi penilaian sekolah.
Nantinya, akan ada dua rapor yang diterima murid, yakni nilai pelajaran berupa angka dan rekaman kegiatan siswa.
"Sehingga kalau anak mengikuti sanggar tari atau kegiatan lain nanti itu jadi catatan. Begitu juga dengan (anak yang pada sore hari ikut) madrasah diniyah, akan menjadi catatan penilaian siswa," kata Muhadjir.
Buku penghubung
Staf Ahli Mendikbud Bidang Regulasi, Chatarina Muliana, menjelaskan, secara teknis, para siswa akan memegang satu buku yang berisi mengenai kegiatan yang dilakukan di luar sekolah.
Buku itu harus ditandatangani oleh pengajar atau pelatih kegiatan.
Dengan demikian kegiatan siswa di luar sekolah terverifikasi.
Selain itu, akan ada koordinasi antara guru dengan pengajar atau pelatih kegiatan di luar sekolah.
Dengan cara ini, guru tetap dapat memantau kegiatan siswa.
"Kan nanti ditanya, anaknya pada hari ini les tari atau enggak. Anaknya kan nanti bawa buku penghubung, pada tanggal dan hari sekian ikut latihan," kata Chatarina.
Ia mencontohkan, buku penghubung yang dimaksud itu seperti buku agenda kegiatan Ramadhan para siswa yang dibawa setiap bulan puasa.
Buku itu untuk mencatat seluruh kegiatan siswa selama Ramadhan.
"Kalau itu kan buku Ramadhan, kalau kami nanti buku penghubung lah istilahnya," ujar dia.
Kebijakan lima hari sekolah dengan durasi delapan jam tiap harinya mendapatkan kritik banyak pihak sejak dikeluarkan pada tahun lalu.
Sejumlah pihak menilai kebijakan tersebut serupa dengan full day school. (Fachri Fachrudin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News