kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Sekolah sehari penuh pertimbangkan beban guru


Kamis, 15 Juni 2017 / 09:53 WIB
Sekolah sehari penuh pertimbangkan beban guru


Reporter: Agus Triyono, Ramadhani Prihatini | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) berjanji untuk mempertimbangkan berbagai masukan dari masyarakat sebelum mulai melaksanakan kebijakan sekolah sehari penuh (full day school).

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, sejatinya kebijakan full day school salah satunya dengan mempertimbangkan jam kerja guru. Dia bilang selama ini guru diberi beban kerja mengajar tatap muka minimal 24 jam sepekan dan maksimal 40 jam sepekan. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru.

Nah, lewat kebijakan ini pemerintah ingin agar beban kerja guru sebagai pegawai negeri sipil (PNS) sama dengan beban tugas PNS non guru yang diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 68 tahun 1995 tentang Hari Kerja di Lingkungan Lembaga Pemerintah. "Beban kerja PNS dalam aturan itu lima hari kerja," ujar Muhadjir, Rabu (14/6).

Meski begitu, Muhadjir menyatakan kementeriannya akan mendengar masukan dari banyak pihak sebelum benar-benar mengimplementasikan kebijakan sekolah sehari penuh. "Pasti ada pembenahan nantinya dalam pelaksanaan," ujarnya.

Catatan saja, untuk mengimplementasikan kebijakan sekolah sehari penuh, Kemdikbud telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.23 tahun 2017 tentang Hari Sekolah. Dalam beleid yang diteken Muhadjir pada tanggal 12 Juni ini menyebutkan hari sekolah dilaksanakan delapan jam dalam sehari atau 40 jam selama lima hari dalam sepekan.

Namun, kebijakan yang sedianya akan berlaku mulai tahun ajaran 2017/2018 itu kini menuai banyak kritik. Salah satunya dari Nahdhatul Ulama (NU). Sekretaris Jenderal Pengurus Besar NU A Helmy Faishal Zaini menyatakan, PBNU melihat kebijakan sekolah sehari penuh lebih banyak memiliki potensi kerugian ketimbang kebaikan.

Menurut Helmy, beberapa potensi kerugian yang terjadi bila penerapan sekolah sehari penuh selama lima hari sepekan ini dipaksakan, antara lain adalah terkait beban belajar yang makin memberatkan para siswa.

Selain itu, terkait aspek mental spiritual, fakta dunia pendidikan dasar di Indonesia, selain SD dan Madrasah Ibtidaiyah (MI), terdapat pula pendidikan pesantren dan Madrasah Diniyah yang berfungsi memperkuat pembelajaran agama. "Di banyak tempat, Madrasah Diniyah biasanya dilaksanakan sore hari. Jika sekolah diberlakukan sampai sore, maka praktis siswa tidak dapat mengikuti Madrasah Diniyah," ujarnya.

Kini di Jawa Tengah saja ada 10.127 Madrasah Diniyah dan TPQ yang 90% siswanya anak usia SD dan SMP.

Menteri Agama Lukman Hakim Syarifuddin menghimbau agar Kemdikbud untuk memberikan penjelasan dan sosialisasi atas rencana kebijakan sekolah sehari penuh kepada seluruh pihak terkait seperti organisasi profesi guru, organisasi kemasyarakatan keagamaan pengelola madrasah diniyah. Tujuannya agar ke depan tidak ada masalah dalam pelaksanaannya.

Lukman membenarkan, sejak wacana sekolah sehari penuh muncul kekhawatiran dari pondok pesantren dan Madrasah Diniyah terhadap kebijakan ini. "Selaku Menteri Agama saya berkepentingan agar keberadaan Madrasah Diniyah jangan sampai terkena dampak negatif dari kebijakan itu," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×