kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mendag Ungkap Revisi Permendag No 50 Masuk Tahap Harmonisasi, Ini Kata Asosiasi UMKM


Minggu, 30 Juli 2023 / 12:36 WIB
Mendag Ungkap Revisi Permendag No 50 Masuk Tahap Harmonisasi, Ini Kata Asosiasi UMKM
ILUSTRASI. Revisi Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag No.50/2020 tentang perdagangan melalui sistem elektronik atau PMSE pada tanggal 1 Agustus 2023 mendatang memasuki tahap harmonisasi di Kemenkumham


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Revisi Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag No.50/2020 tentang perdagangan melalui sistem elektronik atau PMSE pada tanggal 1 Agustus 2023 mendatang memasuki tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

Istilah harmonisasi ini dapat diartikan sebagai proses atau upaya untuk menyelaraskan, menyerasikan, atau menyesuaikan sesuatu yang dianggap tidak atau kurang sesuai, termasuk dalam sebuah peraturan kementerian.

Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan mengatakan Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Koperasi dan UMKM (Kemenkop UKM) telah sepakat atas perubahan tersebut.

“Saya usulkan, satu ya, marketplace itu kan platform jadi mereka tidak bisa jadi produsen. Kedua, harus sesuai dengan UMKM dan bayar pajak. Ketiga, nilainya dibatasi (nilai barang yang dijual),” kata pria yang akrab dipanggil Zulhas dalam acara jalan santai yang diselenggarakan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) bersama Kementerian Perdagangan (Kemendag), Minggu (30/7).

Menanggapi perubahan ini, Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Edy Misero mengatakan ada beberapa komponen sebagai peran utama yang harus berfungsi optimal agar UMKM Indonesia mampu bertahan di tengah proses digitalisasi.

Baca Juga: Revisi Permendag No 50/2020 Masih Ditunggu, Teten: Tiga Hal Ini Bisa Lindungi UMKM

“Yang pertama itu adalah pemerintah. Pemerintah ini kan sebagai regulator, sebagai pemegang kewenangan untuk membuat peraturan harus peka dan jeli melihat peraturan seperti apa yang harus dipersiapkan agar keberpihakan terhadap UMKM tetap terwujud di Indonesia,” kata Edy, saat dihubungi Kontan, Minggu (30/7).

Menurut dia keberhasilan Permendag No.50/2020 tentang PMSE ini harus dilihat dari seberapa seriusnya pemerintah setelah revisi ini disahkan.

“Karena saya sudah berbicara setengah tahun lalu, nah sampai sekarang belum selesai perubahan itu (revisi). Selalu katanya, katanya, katanya. Tapi realisasinya belum,”  terang Edy.

Ia kemudian mempertanyakan salah satu perubahan dalam Permendag mengenai produk-produk yang di jual oleh pedagang asing harus di atas US$ 100 atau sekitar Rp 1,5 juta per unit.

“Apa betul pemerintah mau mengeluarkan itu? Kalau itu (peraturan) sudah dikeluarkan, bagaimana pengawasannya? Jangan cuma buat aturan tapi pengawasannya tidak ada. Ya itu sama aja, barang-barang impor juga masuk,” ungkapnya.

Baca Juga: Asosiasi E-Commerce Ungkap Tiktok Tak Punya Izin Bisnis Cross Border di Indonesia

Ia mencontohkan mengenai isu pakaian bekas impor (thrifting) yang beberapa waktu lalu dilarang peredarannya di Indonesia oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag).

“Pemerintah sebagai ring satu, sebagai pengawas ada dimana? Pemerintah dong yang seharusnya menjawab, mengapa barang-barang impor itu bisa masuk ke Indonesia,” katanya.

Ia menjelaskan jika pemerintah tegas dan jeli dalam melihat barang-barang yang bisa masuk ke Indonesia, tidak akan ada barang seperti barang bekas pakai itu yang beredar bahkan sudah menjadi bisnis besar di Indonesia.

“Pemerintah harusnya melihat bahwa ada kekurangan-kekurangan juga di dalam pengawasannya. Dan bagaimana cara meningkatkan pengawasan yang ada,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×