kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Menangkap angin segar dari transaksi e-commerce


Senin, 14 Januari 2019 / 11:45 WIB
Menangkap angin segar dari transaksi e-commerce


Reporter: Benedicta Prima | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah baru saja mengeluarkan beleid yang mengatur kesamaan perlakuan pajak antara pedagang konvensional dengan pedagang online.

"Ketentuan ini untuk meningkatkan kepatuhan dan mengajak para pelaku e-commerce untuk berkontribusi dalam pembangunan negara melalui pembayaran pajak. Sama persis dengan pelaku usaha konvensional," jelas Yoga Hestu Saksama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Sabtu (12/1).

Kurang lebih, pedagang online dengan omzet tidak lebih dari Rp 4,8 miliar dalam setahun wajib membayar pajak penghasilan (PPh) final sebesar 0,5%. Sedangkan pedagang online dengan omzet lebih dari Rp 4,8 miliar dalam setahun dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) dan membayar pajak sesuai ketentuan berlaku termasuk memungut pajak pertambahan nilai (PPN).

Bagi penyedia platform, ada kewajiban tambahan, yakni melaporkan rekapitulasi transaksi yang dilakukan oleh pedagang pengguna platform. Peraturan ini juga berlaku bagi penyedia jasa logistik.

Melihat terus meningkatnya transaksi online, pemerintah memiliki potensi mendapatkan penerimaan pajak.

Apalagi pada beleid ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bisa melihat laporan secara transparan. Pun objeknya semakin luas, mulai dari omzet pedagang, penyedia platform hingga logistik.

Hasil riset yang dilakukan Kontan.co.id, peminat e-commerce pada hari belanja online nasional (Harbolnas) saja terus mengalami peningkatan.

Pada tahun 2013 misalnya, jumlah transaksi Rp 740 miliar, meningkat di tahun 2014 menjadi Rp 1,4 triliun. Tren peningkatan terus terjadi hingga tahun 2018, masing-masing sebesar Rp 2,1 triliun pada 2015, Rp 3,3 triliun pada 2016, lalu pada 2017 menjadi Rp 4,7 triliun dan tahun lalu mencapai Rp 6,8 triliun.

Peserta e-commerce juga terus meningkat. Pada Harbolnas 2013 sejumlah 22 e-commerce mengikuti gelaran tersebut. Terus mengalami peningkatan dari tahun 2014 hingga 2018 masing-masing sejumlah 78, 140, 200, 254 dan terakhir pada 2018 mencapai 300.

Dengan demikian, misalkan satu pedagang online memiliki omzet per tahunnya sebesar Rp 4 miliar, maka per pedagang wajib membayar PPh final sebesar Rp 20 juta per tahun.

Pasalnya PPh final dihitung dari jumlah total omzet kemudian dikalikan tarif 0,5%. Dengan adanya 300 pedagang online, maka hitungan kasar penerimaan pajak bisa dikisaran Rp 6 miliar.

Sedangkan menurut laporan Statistika pada Oktober lalu, jumlah pendapatan e-commerce pada tahun 2017 mencapai US$ 6,37 juta, tahun 2018 meningkat menjadi US$ 7,86 juta.

Sedangkan tahun 2019 diperkirakan mencapai US$ 9,4 juta, tahun 2020 US$ 10,8 juta. Statistika juga memperkirakan penerimaan pada tahun 2021 mencapai US$ 11,9 juta dan akan meningkat pada tahun 2022 menjadi US$ 12,8 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×