kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Cita: Pajak e-commerce bisa signifikan naikkan penerimaan negara


Minggu, 13 Januari 2019 / 21:03 WIB
Cita: Pajak e-commerce bisa signifikan naikkan penerimaan negara


Reporter: Benedicta Prima | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Center for Indonesia Taxation (Cita) melihat seiring meningkatnya transaksi melalui online, penerimaan perpajakan berasal dari e-commerce juga akan mengalami peningkatan signifikan.

"Kalau dalam jangka pendek tidak bisa, tapi saya yakin berdampak signifikan dari sisi pajak seiring peningkatan jumlah pedagang online," ungkap Direktur Eksekutif Cita Yustinus Prastowo saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (13/1).

Kuncinya pada pelaporan transaksi. Maka menurut Yustinus, langkah yang dilakukan pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 menjadi sarana dengan potensi yang besar untuk meningkatkan penerimaan pajak.

Meskipun tak ada jenis pajak baru dalam peraturan tersebut, namun pemerintah bisa mendapatkan data omzet pedagang yang semakin transparan. Dengan demikian, data perpajakan bisa semakin akurat.

Sehingga, menurut Yustinus, ini bisa mendorong pedagang online tidak melakukan manipulasi data pendapatan. Sebab penyedia platform juga akan melaporkan data atas transaksi yang terjadi. Hal ini akan meningkatkan kepatuhan perpajakan.

Sedangkan di luar penyedia platform, pedagang akan melakukan pelaporan mandiri dan diwajibkan mematuhi ketentuan terkait pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penghasilan (PPh), dan pajak pertambahan nilai barang mewah (PPnBM). Alias sesuai dengan peraturan yang mengikat pedagang online melalui platform.

Hanya saja, pemerintah perlu serius menggarap sosialisasi agar tak disalah artikan sebagai beban pedagang online.

"Harus hati-hati karena sensitif. Jangan sampai dianggap tidak memberikan insentif atau kemudahan kepada mereka," jelas dia.

Potensi penerimaan negara dari peraturan yang baru ini cukup besar. Pasalnya bila dirinci, ada tiga pihak yang akan terdampak, antara lain pedagang online, penyedia platform dan pelaku over-the-top di bidang transportasi.

Peraturan tersebut mewajibkan pedagang online untuk melaporkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) bagi yang belum memiliki NPWP kepada penyedia platform.

Serta melaksanakan membayar PPh sesuai ketentuan dengan tarif 0,5% untuk omzet di bawah Rp 4,8 miliar dalam setahun. Kemudian dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam hal omzet melebihi Rp 4,8 miliar dalam setahun, dan melaksanakan kewajiban terkait PPN sesuai ketentuan yang berlaku.

Sedangkan penyedia platform dikukuhkan sebagai PKP. Bertugas memungut, menyetor dan melaporkan PPN dan PPh dari transaksi penyediaan layanan platform kepada pedagang dan penyedia jasa. Juga dari transaksi penjualan barang dagangan milik penyedia platform.

Selain itu, juga wajib melaporkan rekapitulasi transaksi yang dilakukan pedagang online pengguna platform. Pun berlaku bagi perusahaan logistik yang terkait transaksi e-commerce.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×