kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   6.000   0,39%
  • USD/IDR 16.200   -65,00   -0,40%
  • IDX 7.080   -2,93   -0,04%
  • KOMPAS100 1.048   -3,07   -0,29%
  • LQ45 822   1,36   0,17%
  • ISSI 211   -2,01   -0,94%
  • IDX30 422   2,45   0,58%
  • IDXHIDIV20 505   4,21   0,84%
  • IDX80 120   -0,32   -0,26%
  • IDXV30 123   -1,69   -1,35%
  • IDXQ30 140   1,02   0,74%

Menakar Untung Rugi Indonesia Jadi Anggota Penuh BRICS


Selasa, 07 Januari 2025 / 15:19 WIB
Menakar Untung Rugi Indonesia Jadi Anggota Penuh BRICS
ILUSTRASI. Seorang delegasi berjalan melewati logo BRICS menjelang KTT BRICS ke-10, di Sandton, Afrika Selatan, 24 Juli 2018. REUTERS/Siphiwe Sibeko


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Brasil mengumumkan Indonesia telah resmi menjadi anggota penuh BRICS pada Senin (6/1).

Menanggapi hal tersebut, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic, Ronny Sasmita menilai bahwa kabar bergabungnya Indonesia dengan kelompok negara BRICS cukup mengagetkan.

Namun, keputusan tersebut jalan dengan preferensi geopolitik Presiden Prabowo Subianto yang memiliki solidaritas kuat terhadap negara berkembang.

Baca Juga: Indonesia Resmi Jadi Anggota Penuh BRICS, Kadin: Buka Peluang Kerja Sama Ekonomi

Ronny menilai, bergabungnya Indonesia dengan BRICS akan membuka akses ekspor yang lebih besar ke negara anggota, sehingga memperkuat posisi Indonesia dalam rantai perdagangan global.

Selain itu, Indonesia juga berpeluang mendapatkan teknologi dari China, Rusia dan Indonesia dengan biaya yang lebih murah.

Hanya saja, Ronny mencatat bahwa Indonesia bisa menjadi lebih tergantung pada negara-negara BRICS untuk teknologi dan produk, sehingga meningkatkan potensi banjir produk asing, terutama dari China.

Secara geopolitik, langkah ini juga dapat memicu pandangan sinis dari negara maju yang menganggap Indonesia mulai condong ke salah satu sisi.

Baca Juga: Indonesia Resmi Jadi Anggota Penuh BRICS

"Secara ekonomi peluangnya akan sangat besar, walaupun mungkin ada risiko geoekonomi dari negara-negara maju yang menganggap Indonesia mulai menginjakkan kaki secara tendensius ke salah satu sisi," ujar Ronny kepada Kontan.co.id, Selasa (7/1)

Ronny juga menilai, Indonesia kemungkinan besar juga akan mendapat lebih banyak proyek One Belt One Road (OBOR) dari China.

"Karena China memang menjadikan BRICS ini salah satu medium untuk menyukseskan OBOR. Jadi kita berkemungkinan besar akan mendapatkan proyek-proyek OBOR ini lebih banyak lagi ke depannya dengan pembayaran langsung dari China," katanya.

Kemudian, dengan bergabungnya Indonesia ke BRICS, dapat mengurangi ketergantungan terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

"Ketergantungan Indonesia terhadap dolar itu akan berkurang. Mungkin Indonesia akan ikut ke dalam proses dedolarisasi secara internasional kita berada di sisi BRICS. Ini salah satu keunggulannya juga yang kemungkinan besar ada risikonya," imbuh Ronny.

Baca Juga: Brasil Umumkan Indonesia Resmi Menjadi Anggota Penuh BRICS

"Indonesia juga dengan peningkatan ekspor ke negara-negara BRICS juga tidak akan mendapatkan dolar, tapi mendapatkan mata uang yang dipakai oleh anggota BRICS.

Artinya ada potensi rupiah akan melemah terhadap dolar, tapi menguat dan membaik terhadap mata uang yang lain yang ada di BRICS. Terutama mata yang yang diakui secara bersama di BRICS seperti yuan atau ren ming bi," katanya. 

Selanjutnya: Gembar-Gembor Stop Impor, Opsi Impor Gandum Ternak dan Susu Mencuat

Menarik Dibaca: Mau Nikah Tahun Ini? Berikut Tips Memilih Wedding Organizer

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×