kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.806.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.565   0,00   0,00%
  • IDX 6.511   38,26   0,59%
  • KOMPAS100 929   5,57   0,60%
  • LQ45 735   3,38   0,46%
  • ISSI 201   1,06   0,53%
  • IDX30 387   1,61   0,42%
  • IDXHIDIV20 468   2,62   0,56%
  • IDX80 105   0,58   0,56%
  • IDXV30 111   0,69   0,62%
  • IDXQ30 127   0,73   0,58%

Menakar Dampak Cukai Minuman Manis dan Label Gizi pada Industri Makanan dan Minuman


Kamis, 27 Maret 2025 / 13:15 WIB
Menakar Dampak Cukai Minuman Manis dan Label Gizi pada Industri Makanan dan Minuman
ILUSTRASI. Pedagang merapikan minuman berpemanis kemasan di toko kelontong kawasan Serengan, Solo, Jawa Tengah, Selasa (10/9/2024). EU-ASEAN Business Council merekomendasikan Indonesia terapkan standar pelabelan di industri makanan dan minuman daripada pajak atau cukai.


Reporter: Leni Wandira | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  EU-ASEAN Business Council merekomendasikan agar Indonesia menerapkan standar pelabelan di industri makanan dan minuman daripada mengenakan pajak atau cukai.

Harmonisasi standar pelabelan dinilai dapat membantu konsumen membuat pilihan lebih sehat sekaligus mengurangi hambatan perdagangan.

Saat ini, regulasi pelabelan di ASEAN masih bervariasi, seperti Nutri-Grade di Singapura dan Healthier Choice di Indonesia, Malaysia, serta Brunei, yang menyulitkan produsen dalam memasarkan produk secara regional.

Baca Juga: Terancam Kebijakan Cukai, Industri Minuman Ringan Berpotensi Sulit Tumbuh Tahun Ini

Pendekatan fiskal seperti pajak minuman berpemanis (SSB tax) dianggap kurang efektif dan berpotensi membebani kelompok berpenghasilan rendah.

Sebelumnya, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Nirwala Dwi Heryanto menyebut Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 4 Tahun 2025 sebenarnya sudah memberi ruang untuk menyusun peraturan pemerintah, termasuk Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK). 

Namun, Nirwala menegaskan pihaknya tak ingin gegabah. "Tentunya masalah penerapan (cukai MBDK) segala macam itu akan bicara dengan situasi ekonomi yang terjadi. Pertimbangannya banyak, tidak semata-mata target penerimaan (cukai). Harus bicara kondisi perekonomian ter-update seperti apa,” tegasnya.

Ia merinci beberapa pertimbangan ekonomi tersebut, antara lain daya beli masyarakat serta kondisi industri makanan dan minuman (mamin). Nirwala menekankan DJBC harus memastikan aspek tersebut aman terkendali, sebelum menerapkan cukai MBDK.

Baca Juga: Asdamindo Dorong Standar Higienitas Depot Air Minum

Pengamat Ekonomi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pancasetia, Ros Nirwana, menyatakan bahwa sistem pelabelan nutrisi yang lebih ketat dapat berdampak beragam bagi investor asing, tergantung pada jenis dan tujuan investasi mereka.

Investor asing yang memiliki komitmen terhadap kesehatan dan keberlanjutan mungkin justru tertarik dengan regulasi ini.

"Investor asing juga dapat melihat sistem pelabelan nutrisi yang lebih ketat sebagai peluang untuk berinvestasi dalam industri makanan dan minuman yang lebih sehat," ujar Ros.

Namun, ia juga menekankan bahwa kebijakan ini dapat meningkatkan biaya kepatuhan dan regulasi bagi investor asing. Mereka mungkin harus mengeluarkan biaya tambahan untuk memenuhi standar pelabelan nutrisi yang lebih ketat, yang dapat mempengaruhi profitabilitas mereka.

"Dampak positif maupun negatif dari kebijakan ini sangat bergantung pada berbagai faktor, seperti jenis industri, ukuran perusahaan, dan kemampuan adaptasi bisnis terhadap regulasi baru," tambah Ros.


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×