Reporter: Rashif Usman | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Iran meluncurkan ratusan drone dan rudal balistikĀ terhadapĀ Israel pada Sabtu (13/4) malam sebagai misi balasan atas serangan udara pada 1 April lalu. Serangan tersebut dikhawatirkan bakal menimbulkan ketidakpastian geopolitik secara global.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, ketidakpastian geopolitik di Timur Tengah mendorong pelaku pasar untuk memilih berinvestasi pada aset-aset safe haven, salah satunya dolar AS.
Hal ini menyebabkan mata uang negara-negara lain, terutama yang negara berkembang seperti Indonesia, berpotensi melemah.
Baca Juga: Suku Bunga Tinggi dan Perang Berkecamuk, Pasar Nilai Tukar Tak Kuasa Hadapi Dolar AS
Josua bilang, indeks dolar AS naik ke kisaran level 106 menyusul eskalasi konflik antara Iran dan Israel.
Kondisi ini menjadi kabar buruk bagi nilai tukar rupiah yang tahun ini sangat dipengaruhi oleh pergerakan inflasi Amerika Serikat (AS) dan kebijakan moneter Bank Sentral AS The Fed.
"Rupiah diprediksi akan terus terdepresiasi jika konflik ini terus memanas dan berlanjut," kata Josua kepada Kontan, Senin (15/4).
Josua menambahkan, konflik di Timur Tengah meningkatkan ketidakpastian global, menyebabkan investor menarik dana dari aset-aset berisiko tinggi, terutama dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Baca Juga: Harga Emas Spot Memperpanjang Rekornya di US$2.353,79 Senin (8/4)
Ia menyebutkan bahwa aliran modal keluar dari pasar saham dan obligasi Indonesia dikhawatirkan akan meningkat setelah konflik antara Iran dan Israel meningkat.
Selain itu, ia memprediksi bahwa harga emas akan bertahan dan bahkan terus meningkat di atas US$ 2.000 per troy ons karena investor mencari aset safe haven di tengah meningkatnya ketidakpastian ekonomi dan pasar keuangan global akibat bangkitnya konflik di Timur Tengah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News