Sumber: Kompas.com | Editor: Noverius Laoli
Salah satu titik krusial dalam polemik ini adalah persoalan kolegium, lembaga independen yang seharusnya bertanggung jawab menjaga standar pendidikan dan kompetensi dokter.
Para Guru Besar FKUI menilai pemilihan anggota kolegium saat ini tak sesuai dengan prinsip keterbukaan dan berlandasarkan hasil voting, sebagiamana diatur dalam ketentuan perundang-undangan.
Pemilihan anggota kolegium dianggap hanya berdasarkan pada keinginan dari jajaran Kemenkes.
“Itu ditentukan bukan berdasarkan suara terbanyak kalau kita bicara soal voting, tetapi yang tampaknya sesuai dengan keinginan Kemenkes,” ucap Ari.
Baca Juga: Kemenperin Cetak 325 SDM Kompeten Industri Tekstil dan Kukuhkan 2 Guru Besar
Secara terbuka, Ari mengungkapkan bahwa saat ini ada satu kolegium yang anggotanya dipilih langsung oleh Kemenkes. Tidak sama sekali melalui mekanisme voting.
“Ada satu kolegium itu ditunjuk langsung oleh Kemenkes. Jadi ini yang terus terang saja. Sekali lagi, kami tidak minta apa-apa, kami minta Kemenkes laksanakan UU dan PP seperti yang tertulis. Itu saja, tidak banyak-banyak kami minta untuk masalah ini,” jelas Ari.
Terkait dengan persoalan kebijakan Kemenkes yang melenceng dan munculnya “Framming” buruk terhadap dokter, Guru Besar FKUI pun menyampaikan lima sikap:
- Menjamin pendidikan dokter tetap dalam sistem akademik yang bermutu dan terstandar.
- Melibatkan institusi pendidikan kedokteran secara aktif dan bermakna dalam setiap perumusan kebijakan, dengan pendekatan yang transparan dan berbasis bukti.
- Tidak mengorbakan keselamatan pasien dan masa depan layanan kesehatan demi pencapaian target politik jangka pendek atau kepentingan populisme sesaat.
- Menghentikan framing buruk terhadap profesi dokter dan tenaga kesehatan di Indonesia yang akan menyebabkan penurunan kepercayaan pada dokter atau tenaga kesehatan bangsa sendiri, dan ini dapat dimanfaatkan oleh pelayanan kesehatan negara lain.
- 5. Menegaskan pentingnya peran kolegium profesi kedokteran dan kedokteran spesialis sebagai lembaga independen yang berwenang dalam menjaga standar mutu pendidikan, kompetensi lulusan, serta sistem sertifikasi dan resertifikasi dokter dan dok spesialis agar etap sejalan dengan kebutuhan pelayanan dan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran secara global.
Buat Tak Nyaman Pihak Tertentu
Menanggapi kritik Guru Besar FKUI, Menkes Budi menyatakan bahwa seluruh kebijakan yang dibuat diarahkan untuk kepentingan masyarakat.
Baca Juga: Benarkah Gaji Tambahan Guru Honorer Rp 2 Juta? Ini Penjelasan Resmi Istana Presiden
Namun, dia menyadari bahwa transformasi kebijakan yang dilakukannya memang menimbukan ketidaknyamanan bagi pihak-pihak tertentu.
“Pasti akan terjadi ketidaknyamanan. ‘Loh saya dulu bisa begini, kok sekarang enggak?’ karena bergeser kepentingannya. Kebijakannya dibikin lebih ke kepentingan masyarakat,” ujar Budi, Sabtu (17/5/2025).
Dia pun menegaskan bahwa Kemenkes lebih memperioritaskan 280 juta rakyat Indonesia penerima layanan kesehatan dalam menyusun dan mengeluarkan suatu kebijakan.