kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.965.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.830   0,00   0,00%
  • IDX 6.438   38,22   0,60%
  • KOMPAS100 926   8,20   0,89%
  • LQ45 723   5,45   0,76%
  • ISSI 205   2,17   1,07%
  • IDX30 376   1,61   0,43%
  • IDXHIDIV20 454   0,42   0,09%
  • IDX80 105   1,01   0,98%
  • IDXV30 111   0,45   0,40%
  • IDXQ30 123   0,28   0,22%

Mekanisme tak jelas, pembatasan BBM subsidi terancam gagal


Senin, 21 November 2011 / 08:30 WIB
Mekanisme tak jelas, pembatasan BBM subsidi terancam gagal
ILUSTRASI. Pesawat American Airlines diparkir di Bandara Nasional Ronald Reagan Washington di Washington, AS, 8 Agustus 2016.


Reporter: Herlina KD | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Untuk mengendalikan kuota BBM bersubsidi tahun 2012 yang dipatok 40 juta kilo liter, pemerintah berencana untuk melakukan pembatasan konsumsi BBM bagi mobil pribadi pada April 2012.

Sayang, hingga menjelang akhir tahun, pemerintah belum juga menetapkan mekanisme pembatasannya. Jika tidak segera, dikhawatirkan pembatasan BBM bersubsidi ini tidak akan terlaksana yang akan berujung pada pembengkakan subsidi BBM.

Pengamat Perminyakan Priagung Rahmanto, mengungkapkan, padahal dalam pelaksanaannya, perlu ada dukungan dari sisi infrastruktur seperti SPBU yang menyediakan pertamax.

Penyiapan infrastruktur juga membutuhkan waktu. Sementara, Pertamina juga butuh kejelasan dari pemerintah mengenai mekanisme teknis pembatasan subsidi BBM, karena dalam penyiapan infrastruktur ini Pertamina harus menggandeng investor.

"Nah, kalau langkah pemerintah lambat dalam pengambilan keputusan, maka pembatasan ini tidak akan jalan," ujarnya Minggu (20/11).

Menurut Priagung, untuk menyiapkan infrastruktur SPBU pendukung di Jawa - Bali, setidaknya butuh waktu minimal dua sampai tiga bulan. Sedangkan untuk penyiapan infrastruktur di Jabodetabek, butuh waktu setidaknya satu bulan pengerjaan.

Jika pemerintah tak segera mengambil keputusan, Priagung khawatir ujung-ujungnya nanti kebijakan yang diambil pemerintah adalah menambal kuota BBM bersubsidi lagi. Pasalnya, kebutuhan konsumsi BBM bersubsidi pada tahun depan sebenarnya sekitar 43 juta kilo liter.

Wakil Menteri ESDM Widjajono Partowidagdo, menjelaskan, tahun depan pemerintah akan berupaya agar kuota BBM bersubsidi tidak melampaui kuota. "Untuk mobil pribadi harus pakai pertamax dengan diberi opsi BBG," ujarnya akhir pekan lalu.

Catatan saja, harga BBG memang lebih murah ketimbang harga premium bersubsidi, sekitar Rp 4.000 per liter. Hanya saja, untuk bisa menggunakan BBG, mobil harus dilengkapi dengan converter kit.

Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan, menuturkan, total SPBU yang dimiliki Pertamina saat ini hanya sekitar 5.500 SPBU. Sementara itu, jika kebijakan pembatasan BBM bersubsidi dilakukan, maka butuh investasi ulang untuk mendukungnya, dan perlu melibatkan swasta. "Total investasi untuk sarana dan prasarana SPBU di Jawa - Bali sekitar Rp 232 miliar," ujarnya beberapa waktu lalu.

Sedangkan untuk di luar wilayah Jawa - Bali, Karen menuturkan butuh investasi sekitar Rp 291 miliar, sehingga total investasi yang dibutuhkan untuk mendukung infrastruktur ini sekitar Rp 513 miliar. Sementara itu, anggaran yang dibutuhkan Pertamina untuk membangun depo pertamax sekitar Rp 84,5 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×