kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mediasi Pelindo II dan SP diperkirakan gagal


Rabu, 09 Desember 2015 / 17:49 WIB
Mediasi Pelindo II dan SP diperkirakan gagal


Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Perkara gugatan perbuatan melawan hukum antara Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu dengan PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II) masih terus bergulir. Adapun saat ini keduanya tengah memasuki dalam tahap mediasi.

Dalam persidangan lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, ketua majelis hakim yang dipimpin oleh Suradi mengatakan, keduanya akan menempuh proses mediasi maksimal 40 hari. Dimana, dalam 40 hari tersebut majelis berharap akan terjadi suatu kesepakatan alias damai.

Nantinya, dalam proses tersebut akan dijembatani oleh hakim mediator. "Kami menunjuk hakim Bambang Kustopo sebagai hakim mediator," tutur Suradi dalam persidangan, Selasa (8/12).

Nah, menanggapi proses mediasi tersebut, penggugat yang diwakili oleh FX Arief Puyuono meyakini, dalam proses ini tak akan ada kata sepakat. "Sebetulnya tak perlu membutuhkan waktu hingga 40 hari untuk melihat hasil mediasi, pasti tak akan damai," terang dia saat ditemui KONTAN seusai persidangan.

Lebih lanjut Arief menjelaskan, pihaknya akan berdamai, jika Pelindo II bersedia untuk membatalkan perpanjangan konsesi PT Jakarta International Container Terminal Indonesia (JICT) dengan Hutchison Port Holdings Limited.

"Kalau dalam proses mediasi Pelindo II akan memutuskan kontrak dengan Hutchison kita baru akan damai," tambah dia. Adapun dalam tahap tersebut, pihaknya akan menggunakan hasil dari Pansusu DPR Pelindo yang ia klaim, telah terbukti jika perpanjangan konsesi tersebut telah merugikan negara.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama para tergugat enggan memberikan komentar kepada wartawan.

Meski begitu, perwakilan dari turut tergugat I, Hutchison Port Holdings Limited sempat memberikan keterangannya dalam persidangan. Dalam keterangan tersebut ia menyampaikan, adanya kesalahan pihak dalam gugatan tersebut.

Menurut dia yang saat ini memegang 51% saham JICT itu bukan lah Hutchison Port Holdings Limited melainkan Hutchison Port Holdings Trust yang berdomisili di Singapura. Sehingga ia meminta kepada majelis hakim untuk memberitahu penggugat kalau adanya kesalahan pihak.

Serta ia menghimbau kepada majelis dan penggugat untuk mengganti pihak turut tergugat I sebelum dimulainya proses mediasi. Kendati begitu, majelis hakim berpendapat, keterangan perwakilan dari turut tergugat I itu lebih baik disampaikan pada saat eksepsi jawaban. "Karena saat ini belum memasuki pokok perkara, jadi kita ikuti peraturan yaitu mediasi," jelas Suradi.

Nah, saat dikonfirmasi masalh tersebut kuasa hukum dari Hutchison Port Holdings Limited malah justru tak mau berkomentar. "Kita lihat saja dalam persidangan seperti apa," ungkap dia yang tak mau disebutkan namanya itu.

Sekadar informasi, perkara ini bermula saat penggugat menilai perpanjangan konsesi JICT itumelanggar Pasal 2 ayat 1 UU No. 18 Tahun 2003 dan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Laangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. "Pelindo II dan Hutchison patut diduga melakukan persengkokolan agar Hutchison memenangkan tender konsesi tersebut, jelas perbuatan ini bertentangan dengan UU No. 5," ungkap Arief.

Kemudian, menurut dia juga perpanjangan konsesi itu juga melanggar asas kepatutan. Dimana, nilai yang didapat Pelindo II dari Hutchison terlalu rendah yakni hanya US$ 215. Padahal kapasitas volumenya sudah meningkat dua kali lipat menjadi 2,8 juta teus.

Padahal berdasarkan hasil verifikasi Financial Research Institute (FRI) yang adalah konsultan independen Dewan Komisaris Pelindo II menyatakan nilai JICT saat ini seharusnya adalah US$ 854 juta. Dengan begitu, bila Hutchison hanya mengeluarkan dana US$ 215 juta seharusnya hanya berhak memiliki 25,2% saham JICT. "Nilai konsesi baru yang US$ 215 juta itu hanya setara dengan keuntungan JICT selama dua tahun," tegas Arief.

Dalam kasus ini, penggugat tak hanya menyeret Pelindo II sebagai tergugat. Namun juga menyeret Menteri Perhubungan Republik Indonesia sebagai tergugat II. Mereka menilai menteri perhubungan memiliki peran penting untuk perpanjangan kontrak ini selaku regulator. Tak lupa, pihaknya juga menyertakan Hutchison Port Holdings Limited dan PT Jakarta International Cobtainer Terminal (JICT) sebagai turut tergugat I dan turut tergugat II.


 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×