kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Masuk daftar negara yang rentan terimbas tapering off, ini saran ekonomi Celios


Minggu, 05 September 2021 / 19:26 WIB
Masuk daftar negara yang rentan terimbas tapering off, ini saran ekonomi Celios
ILUSTRASI. Nomura menyebut, Indonesia menjadi salah satu negara yang akan terkena dampak terparah dari tapering off The Fed.


Reporter: Bidara Pink | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Lembaga internasional, Nomura mengingatkan, Indonesia akan menjadi salah satu negara berkembang yang akan terkena dampak terparah dari pengetatan kebijakan moneter (tapering off) bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed). 

Pada tapering off tahun 2013 silam, Nomura memasukkan Indonesia ke dalam daftar lima negara berkembang yang paling rentan akan efek tapering off (the troubled five), bersama dengan Brasil, India, Turki, dan Afrika Selatan. 

Tahun ini, Nomura masih memasukkan Indonesia ke daftar 10 negara rentan (the troubled 10), masih bersama Brasil, Turki, Afrika Selatan, dan ditambah dengan Kolombia, Chile, Peru, Hungaria, Romania, dan Filipina. 

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, Indonesia memang akan terkena dampak yang besar akibat tapering off dari bank sentral AS tersebut. 

Baca Juga: Nomura masukkan Indonesia di daftar 10 negara paling rentan efek tapering off The Fed

“Ini terkait dengan risiko kebijakan burden sharing yang dilanjutkan pada tahun 2022, ada potensi pelemahan kurs rupiah yang berpengaruh pada imported inflation, dan terkait beban utang,” ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Minggu (5/9). 

Bhima menyebut, kalau burden sharing dilanjutkan BI, dikhawatorkan akan memberikan dampak buruk terhadap persepsi investor. BIsa saja investor kembali meragukan independensi BI sehingga menyebabkan hengkangnya mereka dari pasar keuangan domestik. 

Bhima menyarankan BI untuk segera menurunkan pembelian SBN di pasar perdana dan bahkan harus menghentikan. Sebab, BI juga tetap harus melakukan pembelian SBN di pasar sekunder untuk menjaga nilai tukar rupiah. Beban BI akan makin berat. 

Lalu, terkait dengan imported inflasi, khususnya di bahan baku dan kebutuhan pokok sehingga harga-harga bisa melambung. Dengan tingginya harga, maka proses pemulihan ekonomi akan semakin lamban. 

Kemudian, terkait dengan risiko utang yang membengkak, tetapi untuk biaya yang belum esensial di tengah pemulihan ekonomi. 

“Banyak utang untuk proyek dan bahkan ada pembengkakan seperti kereta cepat hingga Rp 100 triliun lebih. Ini harus dimitigasi risikonya, dan baiknya utang digunakan untuk hal yang lebih esensial,” tambah Bhima. 

Bhima mengimbau pemerintah dan BI untuk melakukan evaluasi terkait burden sharing untuk meminimalkan tekanan, mengurangi ketergantungan bahan baku impor untuk mengurangi dampak imported inflation dan juga mendorong investasi yang lebih berkualitas. 

Selanjutnya: Ekonom BCA menilai Indonesia masih kuat hadapi efek tapering off The Fed

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×