Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazier memberikan masukan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Komisi XI DPR RI terkait rencana perluasan objek pajak pertambahan nilai (PPN). Menurutnya, kebijakan PPN dalam masa pemulihan ekonomi jangan ditujukan semata-mata untuk penerimaan, melainkan juga untuk daya saing ekonomi.
Adapun perluasan objek PPN tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang kini tengah dibahas oleh Kemenkeu dan Panja RUU KUP Komisi XI DPR RI.
Dalam beleid tersebut, pemerintah menghapus barang berupa kebutuhan pokok dari kebijakan saat ini yang mengatur termasuk dalan non-barang kena pajak atau non-BKP. Namun, beleid tersebut tidak menegaskan secara rinci jenis kebutuhan pokok yang akan dikenakan PPN.
Baca Juga: Faisal Basri ingatkan pemerintah untuk tidak menaikkan PPN dalam waktu dekat
Oleh karena itu, Fuad menyarankan agar kebutuhan pokok yang dikenakan PPN hanya yang bersifat impor. Tujuannya untuk mendorong konsumsi sembako lokal, dan menekan impor.
Ia juga menilai, pernyataan pemerintah belakangan ini tidak komplet. Pemerintah hanya menekankan PPN dikenakan atas beras dan daging sapi premium. Meski menciptakan level playing field antara wajib pajak kaya dan miskin, tapi cara itu justru tidak efektif. Sebab tak ada yang salah dengan beras premium atau daging sapi premium.
Ia memberikan contoh, dalam rangka klasifikasi kebutuhan pokok beras dan gandum termasuk di dalamnya. Maka beras dan gandum imporlah yang dikenakan PPN.
“Biar adil yang sama-sama impor, beras atau gandum dikenakan PPN, supaya harga beras dalam negeri juga bagus. Impor beras kita tidak terlalu banyak, sementara gandum bisa sampai belasan juta ton dalam setahun. Jadi itu jalan tengah agar pemerintah juga bisa dapet uang,” kata Fuad saat Rapat Dengan Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (6/7).
Selain itu, Fuad mengatakan, masih ada celah pemerintah untuk bisa mengomtimalkan penerimaan negara melalui pengenaan PPN terhadap jasa parkir, dan jasa penggunaan jalan tol.
“Ini bisa mendorong orang biar naik transportasi umum, yang banyak parkir juga saya rasa kebanyak mobil. Kalau jalan tol dikenakan PPN itu bagus, karena cost of collection-nya zero, tidak ada PPN, tarif jalan tol juga naik terus jadi sama saja,” kata Fuad.
Di sisi lain, Fuad menyayangkan dalam RUU KUP tersebut pemerintah justru mengenakan PPN terhadap jasa kesehatan dan jasa pendidikan. Menurunya, justru dengan adanya sekolah swasta mahal, negara jadi terbantu karena terbatasnya jumlah sekolah negeri. Sementara dari sisi jasa kesehatan sejatinya merupakan hak setiap warga negara, sehingga tak layak dikenakan pajak konsumen.
“Dikenain PPN itu jangan lupa pendidikan di indonesia separuhnya dipikul oleh swasta, sering tidak dibantu oleh negara, demikian pula dengan jasa kesehatan tidak pas, jangan mendadak kalap kurang uang maka dikenakan PPN,” kata Fuad.
Selain itu, terkait jasa tenaga kerja, Fuad mengatakan, pemerintah juga perlu mempertimbangkannya dengan matang. Jangan sampai tumpang tingdih dengan implementasi pungutan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21.
Selanjutnya: Faisal Basri sebut ada oknum bandel di balik Tax Amnesty Jilid II
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News