Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, dijadwalkan membacakan putusan atas perkara dugaan tindak pidana penyuapan izin perkebunan di Buol, dengan terdakwa mantan Bupati Buol, Amran Batalipu. Kuasa Hukum Amran, Amat Entedaim, berharap majelis hakim dapat menjatuhkan putusan yang sesuai dengan fakta persidangan yang ada selama ini.
Dalam memutuskan vonisnya, Amat meminta majelis hakim untuk melihat fakta persidangan secara menyeluruh atau komprehensif dalam kasus dugaan penerimaan suap ini. "Tentunya majelis hakim dilandasi pertimbangan hukum berdasarkan fakta. Saya minta hakim transparan," tutur Amat di Gedung PN Tipikor, Jakarta, Senin (11/2).
Lebih lanjut Amat mengharapkan agar kliennya Amran Batalipu dapat diputus dengan hukuman ringan. Lantaran, uang sebesar Rp 3 miliar yang diterima oleh Amran berasal dari pemilik PT Hardaya Inti Plantation, Siti Hartati Murdaya dan bukan merupakan uang negara. Menurut Amat, uang yang diterima Amran itu bukanlah uang suap ataupun pemberitan hadiah, melainkan bantuan dana untuk Amran dalam menghadapi pemilihan umum Kepala Daerah di Buol pada tahun 2012 lalu.
Karena itu, Amat meyakini majelis hakim tidak akan mengabulkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang meminta Amran untuk mengembalikan uang senilai Rp 3 miliar tersebut kepada negara. Sebab, jikalau uang tersebut harus dikembalikan, maka akan dikembalikan kepada PT HIP atau kepada Siti Hartati Murdaya.
"Uang itu uang ibu Hartati dan beliau tidak merasa dirugikan dengan memberikan uang tersebut," tandas Amat.
Sebelumnya, tim JPU KPK menuntut Amran dengan hukuman 12 tahun penjara ditambah hukuman denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Amran dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima hadiah sebesar total Rp 3 miliar dalam rangka membantu mengurus izin perkebunan PT Hardaya Inti Plantation di Buol.
Selain pidana penjara, JPU juga menuntut Amran dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 3 miliar. Jika uang tersebut tidak dibayarkan setelah satu bulan putusan berkekuatan hukum tetap, maka penuntut umum akan menyita dan melelang harta kekayaan Amran atau diganti dengan penjara selama dua tahun kurungan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News