Reporter: Syamsul Ashar | Editor: Syamsul Azhar
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengurangan emisi karbon menjadi salah satu agenda pembahasan di rangkaian pertemuan menuju konferensi tingkat tinggi (KTT) G20 di Nusa Dua Bali.
Agenda utama dalam pertemuan adalah bagaimana agar negara negara G20 bisa bersama-sama menyepakati untuk mengurangi emisi karbon secara global, agar menekan pemanasan global.
Namun Indonesia terus berupaya memperjuangkan agar kegiatan bersama pengurangan emisi karbon ini bisa berjalan secara proporsional dan adil bagi negara-negara berkembang.
Sebab selama ini negara berkembang baru berupaya melakukan pembangunan sehingga memberikan dampak pada peningkatan emisi karbon.
Baca Juga: Toyota Resmi Hadirkan Mobil Listrik All New bZ4X untuk Pasar Indonesia
Sedangkan negara-negara maju lebih dahulu melakukan pembangunan dan industrialisasi sehingga selama ini sudah lebih banyak memproduksi karbon.
Karena itu Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan Jumat (11/11) menegaskan bahwa negara-negara maju tak perlu mendikte Indonesia dan negara-negara berkembang dalam upaya mengurangi emisi karbon ini
Menurut Luhut fakta mengenai perbandingan emisi karbon Indonesia dengan negara maju lainnya yang ia temukan dalam gelaran G20 membuat dirinya merasa geram.
Bahkan Luhut memprotes besaran emisi karbon beberapa negara maju peserta G20 yang melebihi ambang batas sebesar 4,5 ton per kapita.
"Bagaimana tidak? saat ini sebesar 80% emisi karbon dunia pada dasarnya disumbangkan oleh anggota G20, dan Indonesia adalah 2,3 ton per kapita, jauh dari ambang batas 4,5 ton per kapita," kata Luhut seperti dikutip dalam akun Instagramnya Jumat (11/11).
Baca Juga: Ini Strategi Bisnis Pertamina Dukung Target Net Zero Emission 2060
Ia mencontohkan negara maju seperti Amerika Serikat telah menghasilkan emisi karbon mencapai 14,7 ton per kapita.
Adalah sebuah bentuk ketidakadilan jika Indonesia diminta menurunkan emisi karbon bersama-sama dengan negara maju yang nyatanya lebih banyak menyumbang emisi karbon.
"Indonesia baru saja mulai mendorong industrialisasi, langkah yang sudah dijalankan negara maju sejak puluhan tahun lalu," katanya.
Di hadapan para tamu undangan dan delegasi di acara B20 yang hadir Bali hari ini Jumat (11/11) Luhut menyampaikan bahwa Indonesia tidak perlu didikte soal “climate change”.
Sebab bagi Indonesia untuk menciptakan kebijakan yang adil dan berkelanjutan untuk masa depan anak cucu adalah tanggung jawab moral yang harus dipenuhi.
"Indonesia harus cermat menghitung kebijakan yang akan dibuat. Karena saya tidak ingin generasi mendatang, baik generasi mereka maupun generasi keturunan kita nanti, jadi rusak akibat terdampak kebijakan yang salah.
Karena itu, Indonesia Net Zero Summit 2022 yang jadi bagian integral dari Presidensi G20 adalah momen penting bagi Indonesia dalam memperluas koneksi dan dan kolaborasi untuk dekarbonisasi industri dari perusahaan Indonesia serta perusahaan regional dan global.
Luhut berharap ada hasil yang konkrit dan kesepakatan yang solid dalam rangka menciptakan gelombang baru inisiatif dekarbonisasi, sehingga menjadi kekuatan positif bagi pemerintah Indonesia untuk lebih berambisi dalam inisiatif dekarbonisasi nasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News