Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Noverius Laoli
Kehadiran industri ini harus ditopang dengan penguatan rantai pasok teknologi sel surya, yang semakin ke arah hulu yaitu polisilikon, ingot dan wafer, dan komponen lainnya, terutama low iron tempered glass.
Sahid Junaedi, Sekretaris Direktorat Jenderal Aneka EBT dan Konservasi Energi, KESDM mengatakan, beberapa strategi yang akan ditempuh untuk mencapai NZE adalah pemanfaatan energi baru terbarukan, phase down PLTU secara bertahap, elektrifikasi berbagai sektor, pemanfaatan advance teknologi seperti CCS/CCUS dan juga penerapan efisiensi energi.
"Selain itu, tambahan pembangkit listrik setelah 2030 hanya berasal dari pembangkit energi baru dan terbarukan. Mulai 2035 akan didominasi oleh variable renewable energy yang salah satunya PLTS," sebut dia.
Baca Juga: Berperan dalam Transisi Energi, Pemimpin Baru Harus Dorong Sektor Hulu Migas
Direktur Eksekutif Institute Essential for Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa menyatakan, Pemerintah Indonesia baru saja menerbitkan aturan mengenai relaksasi TKDN. Langkah ini dapat menjadi peluang mendorong permintaan modul surya untuk proyek-proyek kelistrikan.
Namun demikian, apabila peraturan ini tidak dikelola dengan baik, hal ini berpotensi menggerus daya saing modul surya lokal yang harus berkompetisi dengan modul surya impor yang lebih murah dan kualitas lebih baik.
“Untuk itu, pemerintah perlu membantu produsen modul surya lokal dengan memberikan bantuan modal, pemberian insentif fiskal dan non-fiskal untuk mengurangi biaya produksi sehingga dapat bersaing dengan modul impor Selain itu perlu regulasi untuk menciptakan pasar domestik yang khusus (dedicated) untuk menyerap produksi mereka, sembari bekerja sama dengan produsen global untuk transfer teknologi,” ujar Fabby.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News