Reporter: Fahriyadi, Agus Triyono, Risky Widia Puspitasari | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), agaknya mulai gamang menjual Bank Mutiara. Bisa-bisa keputusan itu membawa kontroversi.
Lantaran kesulitan menjual Bank Mutiara dengan harga jual senilai bailout yang dikeluarkan yakni Rp 6,7 triliun, LPS kini meminta fatwa kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Intinya, LPS menginginkan jaminan hukum agar bisa menjual bank yang dulunya bernama Bank Century di harga berapa saja, sekalipun kurang dari Rp 6,7 triliun.
Kamis (27/3), MK menggelar sidang perdana gugatan LPS yang meminta pencabutan beberapa pasal di UU No 24/2004 tentang LPS yang sudah diubah menjadi UU No 7/2009, dan UU No 8/1995 tentang Pasar Modal.
Kuasa Hukum LPS, Eri Hertiawan menjelaskan, pasal yang diujimaterikan antara lain Pasal 45 UU Pasar Modal, serta Pasal 6 ayat 1 (d), Pasal 30 ayat 5, Pasal 38 ayat 5, Pasal 42 ayat 5, Pasal 45, dan Pasal 85 ayat 2 dan 3 UU LPS (lihat infografik).
Alasan LPS menggugat pasal tersbut pertama, kewenangan di UU LPS, bertentangan dengan UU Pasar Modal yakni tidak boleh menjual saham bank gagal yang dimiliki pemegang saham lama yang masih tercatat di bursa. Poin kedua, LPS berharap MK menafsirkan bahwa jika batas waktu penjualan saham sudah habis, LPS boleh menjual saham eks bank gagal tersebut di bawah harga bail-out.
Dengan kata lain, fatwa MK ini bak garansi kekebalan hukum bagi LPS. Kata Eri, jaminan ini penting agar saat LPS menjalankan kewajiban tak diseret ke ranah hukum karena dianggap merugikan negara.
Sekadar catatan, LPS sudah tiga kali menawarkan penjualan saham Bank Mutiara, tapi gagal mendapat pembeli. Nah saat ini LPS kembali menggelar kontes penjualan saham Bank Mutiara. Tapi hingga kini belum ada tanda bank siapa investor yang berminat untuk membelinya
Sekretaris Perusahaan LPS, Samsu Adi Nugroho, menegaskan, langkah LPS mengajukan uji materi dua UU ini ini bukan lantaran ingin memuluskan langkah LPS menjual Bank Mutiara. "Secara garis besar, uji materi ini untuk kelancaran tugas dan fungsi LPS ke depan, mungkin saja ada kasus seperti Bank Mutiara dan bisa diantisipasi," tandas Samsu.
Upaya LPS mengajukan uji materi dua UU ini menuai pro dan kontra. Pengamat pasar modal, Stefanus Susanto setuju dengan langkah LPS. Tanpa ada kepastian dari MK, LPS akan kesulitan menjual bank dalam asuhannya, terutama menyangkut pemegang saham publik bank tersebut.
Tapi, Koordinator Divisi Monitoring dan Analisa Anggaran Indonesia Corruption Watch (ICW), Firdaus Ilyas, berpendapat, jika MK mengabulkan gugatan ini, LPS bisa menjual Mutiara dengan harga berapa pun, bahkan di bawah nilai bail out. "Upaya ini mesti dicegah. Ini bisa jadi preseden ke depan. Mengambil alih bank sakit, di bailout, lalu dijual tanpa memperhatikan uang negara yang sudah dikeluarkan," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News