kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

LPEM UI: Keputusan terbaik bagi BI adalah tahan suku bunga di Februari ini


Kamis, 21 Februari 2019 / 13:29 WIB
LPEM UI: Keputusan terbaik bagi BI adalah tahan suku bunga di Februari ini


Reporter: Grace Olivia | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia menilai Bank Indonesia (BI) sebaiknya menahan suku bunga acuan pada Februari ini. Kondisi fundamental ekonomi yang kuat secara internal, serta meredanya sentimen eksternal dianggap sebagai faktor yang mestinya menjadi pertimbangan BI untuk mempertahankan tingkat suku bunga saat ini.

Kepala Penelitian Makroekonomi dan Finansial LPEM UI Febrio Kacaribu, dalam Seri Analisis Makroekonomi yang diterima Kontan.co.id, Kamis (21/2), mengatakan, kuatnya kondisi fundamental terlihat pada inflasi yang rendah dan stabil. 

Sepanjang Januari lalu, inflasi umum mengalami penurunan secara tahunan maupun bulanan menjadi sebesar 2,82% yoy dan 0,32% mom, dari sebelumnya 3,13% dan 0,62% di bulan Desember 2018.

"Harga-harga bahan makanan yang lebih terkendali serta terjadinya penurunan harga BBM nonsubsidi menjadi dua pendorong utama deflasi di bulan Januari 2019," terangnya.

Sementara, inflasi inti tahunan juga tidak mengalami perubahan yang cukup signifikan dari bulan sebelumnya, yakni 3,06% yoy dari sebelumnya 3,07%.

Selain itu, lanjut Febrio, Di tengah ketidakpastian ekonomi sepanjang tahun 2018 lalu, konsumsi tumbuh sangat kuat sehingga sektor perdagangan besar dan ritel ikut tumbuh dengan signifikan sebesar 5,58% yoy. 

Tingginya pertumbuhan konsumsi masyarakat merupakan penolong utama dari kondisi fundamental Indonesia dan diprediksikan akan tetap menguat sepanjang tahun 2019.

Sektor ekonomi lainnya seperti jasa juga tumbuh paling tinggi sebesar 9,08% yoy. Adapun sektor dengan pangsa terbesar yaitu industri pengolahan tumbuh positif, meski masih tetap berada di bawah 5%.

Meninjau pergerakan nilai tukar rupiah, Febrio melihat kurs masih dalam kondisi terapresiasi di bawah Rp 14.000 per dollar AS seiring meningkatnya kepercayaan pasar atas penguatan indikator fundamental Indonesia di kuartal-IV 2018 lalu.

"Inisiatif BI di pasar swap, pasar DNDF, hingga penerapan negative Tobin Tax pada konversi devisa hasil ekspor sumber daya alam, juga ikut berkontribusi dalam menarik investor ke aset rupiah," kata dia.

Di samping itu, ekspektasi penundaan kenaikan suku bunga oleh The Federal Reserve tahun ini melalui dovish monetary stance, juga berkontribusi besar pada pembalikan investasi portofolio hingga saat ini. 

Febrio mencatat, jumlah modal portofolio yang masuk telah menutupi semua arus modal keluar sebelumnya sepanjang Januari-Oktober 2018 yang lalu, yakni sekitar US$ 7,5 miliar. Imbal hasil obligasi pemerintah Januari 2019 pun dinilai stabil di 6,8% untuk tenor 1 tahun dan 8,2% untuk tenor 10 tahun.

Jelang FOMC meeting Maret nanti, LPEM UI melihat kemungkinan kenaikan suku bunga The Fed masih sekitar 0% sehingga kondisi pasar aset emerging market jauh lebih tenang dibandingkan tahun lalu. Kondisi dan prospek perekonomian AS membuat sentimen pasar terhadap aset berisiko pun menjadi relatif lebih positif.

Kendati demikian, Febrio tetap mengimbau agar waspada terhadp risiko neraca perdagangan yang masih membayangi perekonomian dalam negeri. Neraca perdagangan kembali defisit di Januari 2019, melebar ke US$ 1,3 miliar.

Pelemahan neraca pergadangan Januari terutama disebabkan oleh terus melemahnya harga batu bara lantaran potensi perlemahan pertumbuhan ekonomi dunia, khususnya Tiongkok.

"Dengan potensi melemahnya perekonomian dunia dalam beberapa tahun ke depan, mencapai defisit transaksi berjalan sebesar -2,5% dari PDB akan cukup menantan," tuturnya.

Tren harga minyak mentah dunia yang mulai menguat belakangan juga menjadi sumber ketidakpastian baru bagi kurs rupiah. Jika berlanjut, kenaikan harga minyak akan kembali membuat defisit neraca transaksi berjalan membengkak dan berimbas pada depresiasi rupiah, sehingga memperlambat arus masuk modal portofolio ke depan.

Namun, dengan semua semua perkembangan pasar keuangan dan pasar komoditas global yang diteliti, LPEM UI tetap memandang BI belum perlu menaikkan atau menurunkan suku bunga acuan.

"Kami memandang bahwa yang terbaik bulan ini bagi BI adalah mempertahankan tingkat suku bunga kebijakannya," tutup Febrio dalam laporannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×