kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Lembaga baru pengelola dana kelapa sawit


Senin, 06 April 2015 / 07:47 WIB
Lembaga baru pengelola dana kelapa sawit
ILUSTRASI. Presiden Joko Widodo menggelar rapat bersama sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Rencana penerapan kebijakan pencampuran biodiesel 15% dengan solar segera terwujud. Bersamaan dengan itu, pemerintah akan menarik dana pungutan dari setiap ekspor minyak sawit atau crude palm oil (CPO) dan produk turunannya guna mendukung program biodiesel.

Pemerintah juga akan membentuk lembaga baru yang mengelola dana pungutan ekspor minyak sawit. Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil menjelaskan, lembaga baru ini akan berbentuk Badan Layanan Umum (BLU).

Tugasnya mengumpulkan dan mengelola dana pungutan untuk mendukung pengembangan industri kelapa sawit berkelanjutan atau CPO Supporting Fund (CSF) di Indonesia.

"Lembaga ini yang nantinya akan mengelola dana tersebut secara transparan. Semua uang yang dikumpulkan itu dapat diaudit, baik diaudit oleh akuntan international atau oleh Badan Pemeriksa Keuangan," kata Sofyan, Kamis (2/4).

Pengelola lembaga ini adalah steering committee (SC) yang diketuai oleh Menteri Perekonomian dan dibantu kementerian-kementerian teknis lainnya, seperti Menteri Keuangan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Pertanian.

Selama bertugas, SC mendapat pengawasan dari dewan pengawas, yang berasal dari perwakilan pelaku industri. Adapun besaran dana yang akan dipungut yakni sebesar US$ 50 per ton untuk produk CPO.

Sementara pungutan untuk produk turunannya sebesar US$ 30. Dana tersebut dipungut baik untuk harga ekspor kurang dari US$ 750 per metrik ton maupun lebih dari US$ 750 metrik ton. Tentu saja, pungutan tersebut belum termasuk komponen pungutan bea keluar.

Dengan demikian, jika harga ekspor lebih dari US$ 750 per metrik ton, akan dipungut US$ 50 dan bea keluar mulai dari 7,5% dari nilai ekspor. Menurut Sofyan, hasil pungutan dana ini akan sangat berguna bagi petani kelapa sawit. Soalnya, dananya digunakan untuk program penanaman kembali kelapa sawit rakyat, pengembangan dan riset kelapa sawit serta peningkatan sumber daya manusia (SDM).

"Kami juga akan melakukan kontrol ke harga domestik, sehingga minyak goreng yang dibeli masyarakat bisa stabil," tambah dia.

Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan mengatakan, Malaysia sudah memiliki Malaysian Palm Oil Board (MPOB) yang mengelola dana pungutan itu. Pungutan berlaku bagi eksportir dan produsen CPO.

Oleh karena itu pengusaha sawit mendukung rencana ini. Namun, mereka berharap besarnya pungutan bisa lebih kecil, yakni setengahnya saja atau sebesar US$ 25 per ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×