kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.620.000   14.000   0,87%
  • USD/IDR 16.305   -40,00   -0,25%
  • IDX 7.150   76,59   1,08%
  • KOMPAS100 1.051   12,68   1,22%
  • LQ45 829   11,73   1,44%
  • ISSI 213   0,57   0,27%
  • IDX30 430   8,14   1,93%
  • IDXHIDIV20 516   10,05   1,99%
  • IDX80 120   1,24   1,05%
  • IDXV30 122   1,19   0,98%
  • IDXQ30 141   2,63   1,90%

Lembaga baru bakal urus kehalalan produk


Selasa, 13 Desember 2011 / 18:43 WIB
Lembaga baru bakal urus kehalalan produk
ILUSTRASI. Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menerima vaksinasi Covid-19 di Istana Merdeka, Jakarta (13/1/2021). Vaksinasi dimulai, pahami 5 hal tentang vaksin corona dari Sinovac


Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Guna menjamin kehalalan sebuah produk makanan, nantinya aka dibentuk lembaga baru yang khusus mengeluarkan lisensi halal bagi produk yang beredar di pasaran. Pembentukan lembaga tersebut akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang tentang Jaminan Produk Halal (JPH).

Dalam rapat paripurna DPR RI yang digelar Selasa (13/12), seluruh fraksi menyepakati calon peraturan tersebut menjadi RUU inisiatif dewan. Nantinya, draf RUU tersebut akan diserahkan ke Badan Musyawarah DPR, dan selanjutnya dibahas pemerintah dengan Komisi VIII DRR RI.

Anggota Komisi VIII DPR RI Abdul Hakim mengatakan, RUU JPH akan menjadi jaminan bagi masyarakat muslim yang merupakan warga mayoritas
di Indonesia. Pasalnya, mengkonsumsi produk halal sesuai dengan kepercayaan merupakan hak warga yang dilindungi konstitusi. "Karena itu
perlu ada payung hukum untuk jaminan makanan halal tersebut," ujarnya, usai rapat paripurna.

Dia menambahkan, sebagian negara yang penduduknya mayoritas muslim juga telah menerapkan aturan semacam ini sebagai bentuk perlindungan kepada warga negaranya. Namun, RUU ini tidak akan mewajibkan semua produk konsumsi mengenakan label halal, makanan seperti beras atau gula boleh dipasarkan langsung tanpa sertifikasi halal karena dipastikan mengandung bahan baku halal. "Yang mengandung daging itu wajib ada label hahal," jelasnya.

Meskipun di tanah air telah ada Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang selama ini mengurus sertifikasi halal, Hakim menjelaskan, tetap memerlukan lembaga baru yang khusus menangani persoalan produk halal tersebut. "Harus lembaga baru agar konsen berfungsi untuk sertifikasi halal, bukan lagi MUI," ujarnya.

Alex Yahya Datuk, Wakil Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) mengatakan, meskipun calon beleid tesebut menjamin keamanan
konsumen memperoleh produk yang halal, namun hal itu bakal mengancam peningkatan biaya (cost) suatu produk. "Kami tentu mengharapkan adanya
intensif dari pemerintah kepada pengusaha agar sertifikat halal tidak menjadi beban pengusaha kecil," katanya.

Selain itu, lanjut dia, kebijakan baru tersebut juga harus menjamin proses sertifikasi halal tersebut tidak akan memakan waktu lama yang dan merugikan pengusaha. "Dalam memperoleh sertifikasi halal, pemerintah juga harus memperhatikan birokrasinya agar tidak menyulitkan pengusaha," imbuh Alex.

Dalam rapat paripurna, Ketua Badan Legislasi DPR Ignatius Mulyono sempat memprotes disahkannya RUU JPH menjadi RUU inisiatif dewan. Pasalnya, dia menilai, masih terdapat klausul dalam calon beleid tersebut yang subtansinya belum jelas. Misalnya, terkait sanksi dan biaya. "Posisi MUI dalam RUU ini juga tidak jelas perannya," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×