kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Lebih dari 70 juta buruh tanpa perlindungan hak


Jumat, 10 Mei 2013 / 19:51 WIB
Lebih dari 70 juta buruh tanpa perlindungan hak
ILUSTRASI. IHSG naik 0,24% ke 6.699,35 pada Kamis (26/11). IHSG mendapat sokongan saham-saham big cap yang menguat.


Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Amal Ihsan

JAKARTA. Kasus penyekapan buruh dan kerja paksa di Tangerang membuktikan kondisi buruh di Indonesia memang rentan terjebak dalam perbudakan. Hal ini disebabkan dua pertiga buruh di Indonesia hanya lulusan SD atau SMP. Rendahnya pengetahuan para buruh mengakibatkan mereka mudah untuk diperdaya.

Menurut ekonom Universitas Indonesia (UI) Sonny Harry B. Harmadi, jumlah angkatan kerja di Indonesia saat ini mencapai 118 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, yang bekerja mencapai 110 juta jiwa dan masih menjadi pengangguran mencapai 8 juta jiwa.

Namun yang amat memprihatinkan adalah fakta bahwa dari jumlah orang yang bekerja sebesar 110 juta jiwa, 76 juta jiwa diantaranya hanya berpendidikan SMP kebawah. Selain itu, 70 juta jiwa diantaranya bekerja di sektor informal. 

Dengan kondisi ini, "Buruh menjadi sangat rawan serta mudah dimanipulasi sehingga terjebak dalam perbudakan buruh seperti yang terjadi di Tangerang," katanya dalam diskusi "Perbudakan dan Ketenagakerjaan di Indonesia" yang berlangsung di Gedung DPD RI, Jakarta, Jumat, (10/5)

Sonny menambahkan, dengan kondisi mayoritas pekerja di Indonesia bekerja di sektor informal, maka mayoritas pekerja berada dalam kondisi tanpa perlindungan dalam berbagai aspek hubungan kerja. Hal ini disebabkan keberdaan mereka tidak diakui negara secara resmi dalam peraturan perundang-undangan.

Untuk itulah, Sonny berharap UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan saat ini harus direvisi agar bisa menjangkau sektor informal. Begitu pula dengan berbagai peraturan ketenagakerjaan yang lain. Pemerintah tidak bisa hanya beralasan sedang mencoba memindahkan mereka dari informal ke formal yang memerlukan investasi besar dalam lama. "Jangan karena alasan itu pemerintah lepas tangan terhadap perlindungan buruh yang bekerja di sektor informal,"jelas Sonny.

Selain itu pemerintah, dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja harus tingkatkan sinergi dengan mitra di luar pemerintah seperti dengan berbagai LSM yang concern dengan persoalan ketenagakerjaan. "Ini penting untuk dilakukan mengingat kemampuan pemerintah sangat terbatas,"ujar Sonny.

Sonny juga berharap agar pemerintah tidak cepat berpuas diri serta berhenti pada tertangkapnya Yuki Irawan sang pengusaha. Momen saat ini harus dimaksimalkan betul agar pemerintah juga menelusuri siapa saja yang memasok tenaga kerja kepada Yuki. Sebab si pemasok pun tentu menjamin pada Yuki bahwa buruh yang ia salurkan bisa diperlakukan seperti apa yang telah terbongkar saat ini. "Jangan-jangan memang ada jaringan mafia perbudakan buruh yang selama ini eksis,"pungkas Sonny.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×