Reporter: Erika Anindita | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mendesak Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) untuk menindaklanjuti pengaduan tunjangan hari raya (THR) buruh dan pekerja yang seharusnya diterima sebelum hari raya Lebaran kemarin.
Pengacara Publik LBH Jakarta, Nelson Nikodemos mengungkapkan, pihaknya bersama serikat buruh yang tergabung dalam Gerakan Buruh Korban PHK (Gebuk PHK) telah menyampaikan pelaporan 15 perusahaan nakal yang tidak membayar THR.
Laporan itu diserahkan kepada Ditjen Pengawasan Hubungan Industrial dan Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial Kemnakertrans, Rabu pekan lalu (21/8).
Nelson bilang, batas waktu yang diberikan oleh LBH bagi Kemenakertrans adalah dua minggu terhitung dari tanggal penyampaian laporan, atau akhir bulan Syawal yakni minggu pertama September 2013. Namun, hingga Selasa (27/8) pihak Kemenakertrans tidak memberikan tanggapan.
Sebelumnya, pada Senin (26/8), Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial (PHI) Kemenakertrans Ruslan Irianto Simbolon menyatakan, laporan LBH itu seharusnya tidak ditujukan kepada Kemenakertrans.
"Harusnya LBH meneruskan laporan itu ke dinas (daerah). Advokasi bersama dinas, selesaikan," terang Ruslan, yang ditemui di Kompleks DPR Senayan, Jakarta, Senin (26/8).
Ruslan menjelaskan, ada laporan yang memang diteruskan ke dinas. Nah, laporan yang masuk perlu diklarifikasi apakah persoalan THR atau pengaduan hubungan industri yang lain.
Menurut Nelson, ada dua alasan mengapa pengaduan ditujukan langsung ke Kemenakertrans, tidak melalui dinas dahulu.
Pertama, 15 perusahaan yang diadukan ada yang berlokasi di Jabodetabek dan daerah. Jadi, laporan itu ditujukan langsung ke pemerintah pusat.
Kedua, ketika akan menyerahkan laporan, yang menerima adalah dua dirjen yang kewenangannya berbeda. Saat dihubungi, ada yang dilempar ke dirjen lain dan teleponnya tidak aktif.
Karena itu, ia mendesak Kemenakertrans untuk memberikan tanggapan dalam bentuk tulisan. "Kita minta secara tertulis, tetapi tidak ada tanggapan. Tidak ada perkembangan," kata Nelson.
Sementara, Irianto bilang, jika permasalahan bisa diselesaikan lewat mediasi, pihaknya perlu memfasilitasi mediasi. "Kalau tidak bisa (mediasi), dilarikan ke pengadilan industrial," kata Irianto.
Namun, Nelson kembali mengkritisi sikap Kemenakertrans tersebut, yang seharusnya cepat tanggap menanggapi keluhan para pekerja.
"Harusnya Kemnakertrans sensitif terhadap pengaduan-pengaduan buruh. Selama ini, buruh yang dibilang rusuh. Padahal tidak ada asap, tanpa ada api. Sementara ada banyak hal yang bisa disalahkan selain buruh seperti birokrasi yang korupsi," bebernya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News