Reporter: Ratih Waseso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana larangan penjualan rokok batangan (ketengan) dalam Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2002, masih sebatas persetujuan Presiden akan revisi aturannya.
Untuk tindak lanjut dibutuhkan adanya revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
"Pemerintah belum melarang rokok batangan. Itu adalah Keppres untuk revisi peraturan pemerintah yang diusulkan kementerian termasuk usulan kemenkes soal aturan zat adiktif berupa produk tembakau. Jadi belum ada pelarangan penjualan rokok batangan," kata Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari, Selasa (27/12).
Lisda mengatakan, perlunya melarang penjualan rokok batangan lantaran prevalensi merokok pada anak justru meningkat 10 tahun terakhir. Padahal, dalam RPJMN jelas disebutkan bahwa prevalensi merokok anak turun menjadi 5,4. Namun pada 2018 malah naik menjadi 9,1.
Lisda menyampaikan, dengan adanya larangan penjualan rokok batangan akan menjauhkan akses anak terhadap pembelian rokok. Pasalnya dengan dijual batangan, selama ini anak jadi mudah mengakses rokok karena harganya yang murah.
"Karena dijual murah Rp1.500-Rp2.000 batangan. Walau tiap taun cukai naik tapi tetap jadi murah karena bisa dijual batangan," kata Lisda.
Lisda menegaskan, meski masih membutuhkan waktu panjang namun Lentera Anak mendukung dengan adanya rencana aturan tersebut. Ia berharap setelah Keppres diterbitkan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) diminta segera memimpin revisi PP 109/2012.
Sehingga larangan penjualan rokok batangan bukan hanya sekedar wacana. Namun dapat terimplementasi menjadi nyata.
"Sekarang belum nyata, ini baru persetujuan Presiden untuk revisi PP. Jadi rokok masih boleh dijual batangan sampe PP disahkan. Kita harapkan revisi bisa disahkan segera dan rokok batangan bisa dilarang penjualannya," imbuhnya.
Lisda mengatakan, untuk menurunkan prevalensi merokok pada anak dan remaja tidak cukup dengan penjualan rokok batangan. Perlu juga adanya aturan yang komprehensif.
Diantaranya pelarangan iklan, promosi dan sponsor rokok, implementasi kawasan tanpa rokok. Serta adanya edukasi melalui memperbesar peringatan kesehatan bergambar pada bungkus rokok.
"Ini terbukti berhasil di banyak negara. Karena itu, usulan kami revisi PP 109/2012, selain larangan jual rokok batangan adalah pelarangan iklan rokok di luar ruang dan internet dan perbesar peringatan kesehatan pada bungkus rokok," ujarnya.
Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Abdillah Ahsan menuturkan, mengapresiasi rencana pemerintah untuk melarang penjualan rokok ketengan.
"Sehingga akan memaksa membeli rokok minimal satu bungkus, sehingga harganya akan mahal. Harapannya anak-anak tidak bisa beli rokok bungkusan," kata Abdillah.
Tak cuma pelarangan penjualan rokok batangan, perlu juga ada kenaikan harga rokok melalui kenaikan cukai dengan lebih signifikan.
Rencana pelarangan penjualan rokok batangan akan efektif tekan prevalensi merokok anak jika diimplementasikan dengan baik. Ia mengingatkan bahwa hal tersebut baru rencana.
"Jadi yang diteken kemarin itu peraturan presiden tentang rencana pembuatan PP. Masih panjang prosesnya (larang jual rokok batangan)," jelasnya.
Baca Juga: Larangan Penjualan Rokok Batangan, Jokowi: Untuk Jaga Kesehatan Masyarakat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News