Reporter: Pamela Sarnia | Editor: Yudho Winarto
BOGOR. Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) khawatir revisi Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 akan dijegal di tahap harmonisasi di Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Terutama untuk pasal 61 ayat 2 poin b yang berisi tentang larangan siaran terkait rokok.
Kecemasan Komnas PT makin besar mengingat sebentar lagi RUU Penyiaran akan segera di bawah ke Baleg. "Sekarang masih di Komisi I, Kamis ini diserahkan ke Baleg," kata Tari Menayang, Manajer Proyek Komnas PT kepada KONTAN, Minggu (22/1).
Kekhawatiran Komnas PT muncul berdasarkan pengalaman pada periode DPR sebelumnya pasal larangan siaran iklan rokok lenyap di meja Baleg. Dengan pola yang sama, intervensi dari berbagai kalangan akan membatalkan pelarangan iklan rokok. "Di era SBY, pasal itu (larangan iklan rokok) tadinya ada d Komisi I. Begitu masuk ke Baleg diubah-ubah, lalu tiba-tiba tidak ada," kata Tari.
Bila mengacu pada UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 113, disebutkan bahwa tembakau mengandung zat adiktif. Status rokok sebagai zat adiktif diperkuat di 2012 ketika Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materiil terhadap pasal 113 dan 116 UU Kesehatan tersebut dan memutuskan bahwa tembakau tetap termasuk dalam golongan zat adiktif.
“Kita semua tahu rokok itu produk berbahaya. Produk berbahaya seharusnya tidak diiklankan, ini sama saja mau menjerumuskan masyarakat ke hal yang merugikan. Iklan rokok bukan hanya menawarkan orang merokok, tapi juga menafikan kampanye bahaya rokok karena citra positif yang diciptakan di iklan-iklannya,” ungkap Tulus Abadi, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dalam keterangan resminya kepada KONTAN, (12/1).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News