Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Narita Indrastiti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kurator kepailitan Petroselat NC Ltd. Jun Cai mengaku belum mengakui adanya gugatan Tata Usaha Negara guna membatalkan terminasi pengelolaan Blok Migas Selat Panjang.
"Saya belum tahu ada gugatan," kata Jun kepada KONTAN, Rabu (17/10).
Gugatan dilayangkan oleh pemegang saham mayoritas Petroselat, yaitu PT Petronusa Bumibakti yang juga merupakan anak usaha PT Sugih Energy Tbk (SUGI). Gugatan didaftarkan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta drngan nomor perkara 237/G/2018/PTUN.JKT pada 11 Oktober 2018.
Dalam petitumnya, Petronusa meminta SKK Migas mencabut surat nomor SRT- 0622/SKKMA0000/2018/SO tanggal 26 Juli 2018 kepada PT Petronusa Bumibakti tentang Kontrak Kerja Sama Wilayah Kerja. Dalam surat tersebut operasi Petronusa sebagai pengelola Selat Panjang resmi dihentikan.
"Nanti kita pelajari dulu gugatannya seperti apa," sambung Jun.
Operasi Petroselat di Selat Panjang sejatinya baru akan berakhir 5 September 2021 mendatang. Namun terminasi dirilis lantaran Petroselat dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada November 2017. Dalam proses kepailitan, Petroselat diketahui memiliki tagihan senilai Rp 117,65 miliar kepada 47 kreditur.
Hendra Setiawan Boen dari kantor hukum Setiawan & Partners, kuasa hukum PT Sentosasegara Mulia Shipping dan PT OCST Indonesia yang jadi kreditur dalan kepailitan Petroselat menilai bahwa gugatan yang diajukan tak tepat.
Boen beralasan bahwa hubungan hukum yang terjadi antara Petronusa dan SKK Migas adalah relasi perdata. Sehingga tak tepat diajukan gugatan Tata Usaha Negara.
"Hubungan Petronusa dan SKK Migas berdasarkan kontrak kerja sama, di mana di dalamnya tercantum pasal apa saja yang menyebabkan kontrak dapat diterminasi, salah satunya kontraktor tidak membayar cash call. Yang menyebabkan Petroselat pailit karena mereka masih utang cash call US$ 7 juta lebih, sehingga mereka terbukti melakukan wanprestasi," kata Boen kepada KONTAN.
Sementara ketika dikonfirmasi, Kuasa Hukum Petronusa Arfidea Saraswati dari Kantor Hukum AKSET enggan memberi komentar. "Untuk saat ini kita masih belum bisa komentar," katanya kepada KONTAN.
Petroselat sendiri dibentuk Sugih melalui Petronusa dengan kepemilikan 55% saham atau ekuivalen 550 lembar, dengan nilai US$ 1 perlembar. Sementara sisa 45% kepemilikan dimiliki Petrochina Limited.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News