kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

KSPI Tolak Kenaikan UMP Tahun 2023


Senin, 28 November 2022 / 16:32 WIB
KSPI Tolak Kenaikan UMP Tahun 2023
ILUSTRASI. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2023. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/YU


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2023, setelah mencermati kenaikan Upah Minimum di beberapa provinsi. Seperti UMP di Banten yang naik sebesar 6,4%, Jogja sebesar 7,65%, Jawa Timur sebesar 7,85%, hingga DKI Jakarta sebesar 5,6%.

Pertama, KSPI menolak nilai presentase kenaikan UMP karena kenaikan di bawah nilai inflasi Januari-Desember 2022 yaitu sebesar 6,5% plus pertumbuhan ekonomi Januari-Desember yang diperkirakan sebesar 5%.

"Kenaikan UMP dan UMK di seluruh Indonesia seharusnya adalah sebesar inflasi dan pertumbuhan ekonomi di masing-masing provinsi atau kab/kota di tahun berjalan, bukan menggunakan inflasi dan pertumbuhan ekonomi tahunan," ujar Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangan tertulisnya, Senin (28/11).

Baca Juga: Resmi, UMP Banten 2023 Hanya Naik 6%, Riau 8,6%

Menurutnya, jika menggunakan data September 2021 ke September 2022, hal itu tidak memotret dampak kenaikan BBM yang mengakibatkan harga barang melambung tinggi. Sebab, kenaikan BBM terjadi pada Oktober 2022.

Kedua, terkait dengan kenaikan UMP DKI Tahun 2023 sebesar 5,6%, KSPI mengecam keras keputusan Pejabat Gubernur DKI yang tidak sensitif terhadap kehidupan buruh.

"Kenaikan 5,6% masih di bawah nilai inflasi. Dengan demikian Gubernur DKI tidak punya rasa peduli dan empati pada kaum buruh," tegas Said Iqbal.

Untuk itu, pihaknya mendesak agar Pejabat Gubernur DKI merevisi kenaikan UMP DKI Tahun 2023 sebesar 10,55% sesuai dengan yang diusulkan Dewan Pengupahan Provinsi DKI unsur serikat buruh.

Menurut Iqbal, kenaikan UMP DKI 5,6% tidak akan bisa memenuhi kebutuhan buruh dan rakyat kecil di DKI. Sebab biaya sewa rumah sudah Rp 900.000 per bulan, transportasi dari rumah ke pabrik (PP) dan pada hari libur bersosialisasi dengan saudara dibutuhkan anggaran Rp 900.000.

Baca Juga: Jelang Batas Waktu Penetapan Upah Minimum, Ini Harapan Buruh

Kemudian, makan di Warteg tiga kali sehari dengan anggaran sehari Rp 40.000 menghabiskan 1,2 juta sebulan.

Lalu, biaya listrik Rp 400.000, biaya komunikasi Rp 300.000, sehingga totalnya 3,7 juta.

"Jika upah buruh DKI 4,9 juta dikurangi 3,7 juta hanya sisanya 1,2 juta. Apakah cukup membeli pakaian, air minum, iuran warga, dan berbagai kebutuhan yang lain? Jadi dengan kenaikan 5,6% buruh DKI tetap miskin," kata Said Iqbal.

Ketiga, UMP DKI yang naik 5,6% akan mengakibatkan UMK di seluruh Indonesia menjadi kecil. Untuk itu, KSPI mendesak agar UMP DKI direvisi menjadi sebesar 10,55% sebagai jalan kompromi dari serikat buruh yang sebelumnya mengusulkan 13%.

Keempat, KSPI mengapresiasi sikap pemerintah yang menggunakan Permenaker 18/2022 dan tidak lagi menggunakan PP 36/2021.

Kelima, KSPI meminta Bupati dan Walikota dalam merekomendasikan nilai UMK ke Gubernur adalah sebesar antara 10% hingga 13%.

"Bilamana tuntutan di atas tidak didengar, mulai minggu depan akan ada aksi besar di berbagai daerah di seluruh Indonesia untuk menyuarakan kenaikan upah sebesar 10 hingga 13%," pungkas Said Iqbal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×