Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Rencana pembagian pembayaran tahap pertama PT Jaba Garmindo (dalam pailit) terkendala setelah adanya keberatan dari kreditur separatis. Keberatan itu diajukan oleh beberapa keditur separatis Jaba Garmindo di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Kreditur yang mengajukan keberatan adalah Shima Seiki Ltd (Hong Kong), Shima Seiki MFG Ltd (Jepang) dan Sumitomo Mitsui Finance and Leasing Ltd (SMFL Hong Kong). Ketiganya mengajukan keberatan pada akhir bulan lalu.
Kuasa hukum Shima Seimu Ltd dan Shima Seiki MFG, Daniel Alfredo mengatakan, alasan pengajuan keberatan itu lantaran, kurator dinilai menetapkan porsi pembagian atas hasil lelang secara sepihak.
Sekadar tahu saja, keduanya ditetapkan sebagai kreditur separatis Jaba Garmindo dengan total tagihan masing-masing Rp 274,76 miliar dan Rp 15,29 miliar. Adapun dalam rencana pembayaran tahap pertama itu kurator memberikan porsi kepada keduanya masing-masing sebesar Rp 19,63 miliar dan Rp 289,44 juta.
"Kami ingin meminta penjelasan atas dasar apa kurator membagi porsi pembayaran kepada kami seperti itu. Apalagi saat ini masih ada permasalahan hukum soal jaminan silang dengan kreditur separatis yang lain," jelas Alfredo, Kamis (21/7).
Alfrede mengakui, Shima Seimu Ltd dan Shima Seiki MFG tak mungkin bisa meminta pengembalian atas seluruh tagihan. Namun, kurator juga perlu memberi tahu terkait porsi pembagian masing-masing kreditur atas hasil lelang boedel pailit.
Tak hanya soal porsi pembagian, Alfredo bilang, pihaknya mengajukan keberatan atas imbalan jasa atau fee kurator yang masuk dalam daftar rencana pembagian tersebut. Sebab, menurutnya tugas kurator belum sepenuhnya selesai karena masih terdapat beberapa harta pailit yang belum terjual.
Dalam penganggarannya kurator mematok imbalan Rp 6,86 miliar. "Biasanya, imbalan kurator diperhitungkan setelah pengurusan harta pailit selesai, jangan dibebankan penuh dalam pembagian tahap pertama," tambah dia.
Setali tiga uang, kuasa hukum Sumitomo Mitsui Finance and Leasing Ltd Firmansyah pun mempertanyakan dasar kurator atas rencana pembagian porsi pembayaran. Menurutnya, mesin yang dijaminkan itu masih dalam sengketa dan debitur belum melakukan pelunasan pembayaran.
Mesin tersebut tersebar pada lokasi pabrik debitur yang berada di Cikupa dan Majalengka. Adapun dalam rencana pembagian itu pihaknya akan menerima pembayaran sebesar Rp 4,16 miliar. Padahal jumlah tagihan yang dimilikinya mencapai Rp 25,92 miliar.
Kuasa hukum kurator Samuel Goklas bersikukuh penetapan pembagian itu sudah sesuai dengan putusan MK tentang hak buruh, kreditur konkuren harus dapat meski sedikit. Begitu juga dengan pencadangan biaya dan fee kurator
"Nah masing-masing maunya mereka (kreditur separatis) yang lebih besar tanpa pengurangan dari biaya lain-lain," ungkap dia kepada KONTAN.
Atas keberatan ini, maka konsekuensinya adalah kurator tak bisa melaksanakan pembayaran termasuk kepada para eks karyawan Jaba Garmindo. Tak ayal, hal tersebut pun membuat para eks karyawan geram.
"Kami sudah menanti-nanti pembayaran ini selama dua tahun, tapi ketika ada rencana pembayaran tidak bisa terlaksana karena adanya keberatan. Sebenarnya ada apa?," ungkap salah satu eks karyawan yang enggan disebutkan namanya kepada KONTAN.
Ia juga menyampaikan, seharusnya permasalahan para kreditur separatis dengan kurator tak menghambat pembayaran kepada para eks karyawan. Adapun kurator menetapkan para eks karyawan akan mendapatkan pembayaran sebesar Rp 10,55 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News