Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance) akhirnya merampungkan rencana perdamaian atas proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Sayangnya masih banyak kreditur yang belum menyepakatinya.
Rabu (19/9) AJ Capital, kosultan keuangan dalam PKPU Sunprima memaparkan skema pembayaran yang disusunnya. Sekadar catatan, dalam proses PKPU ini, Sunprima memiliki tagihan total Rp 4,07 triliun, dengan perincian kreditur separatis (dengan jaminan), yaitu senilai Rp 2,2 triliun berasal dari tagihan 14 bank, dan 336 pemegang Medium Term Notes senilai Rp 1,85 triliun.
Tagihan perbankan akan dituntaskan Sunprima selama 15 tahun. Skemanya, pembayaran pokok akan dibayarkan sebesar 0,1% dari total utang sejak tahun pertama hingga tahun kesembilan. Tahun ke-10, dan tahun ke-11 pembayaran ditingkatkan menjadi 0,5%. 0,75% untuk tahun ke-12, 1% untuk tahun ke-13, 12,5% untuk tahun ke-14, dan 15% untuk tahun ke-15.
Sementara untuk para pemegang MTN, Sunprima akan menunaikannya dalam jangka waktu 13 tahun, dengan waktu tenggang (grace periode) selama tiga tahun. Sehingga pembayaran baru bisa dilakukan pada tahun keempat.
Mulai pada tahun keempat hingga tahun ketujuh Sunrpima akan membayar senilai Rp 50 miliar per tahun dari total utang. Selanjutnya, pada tahun kedelapan hingga tahun ke-10 akan dibayarkan senilai Rp 75 miliar per tahun. Kemudian senilai Rp 100 miliar untuk tahun ke-11, Rp 150 miliar untuk tahun ke-12, dan Rp 200 miliar pada tahun ke-13.
Ketentuan skema pembayaran ini baru bisa berjalan dengan beberapa asumsi. Pertama dan utamanya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut pembekuan izin usaha Sunprima. Dibentuk steering commitee dari perwakilan kreditur, dan penjualan beberapa perusahaan grup Columbia.
"Steering commitee ini nanti dibentuk dari perwakilan kreditur, untuk membuat keputusan-keputusan tertentu agar debitur dapat menjalankan kewajibannya sesuai rencana perdamaian," kata Direktur AJ Capital Fransiscus Alip usai rapat.
Dalam paparannya, Alip menjelaskan steering commitee akan terdiri dari perwakilan pemegang MTN, Bank Mandiri, perwakilan kreditur perbankan lainnya, dan investor.
Sekadar informasi, Bank Mandiri merupakan pemilik tagihan terbesar dalam PKPU ini, nilainya mencapai Rp 1,40 triliun.
Sementara atas pemaparan ini, ada beberapa kreditur yang masih belum menyetujuinya.
Salah satu kuasa hukum pemegang MTN Arin Tjahjadi Maulana, advokat dari Kantor Hukum ST&T Advocates misalnya, menilai jangka waktu yang ditawarkan masih terlampau lama.
"Jangka waktu 13 tahun itu sangat lama buat oemegang MTN yang sebenarnya harus dibayar dalam waktu yang pendek," katanya kepada Kontan.co.id usai sidang.
Departement Head Legal Litigation 2 Bank Mandiri Sigit Yuniarso dalam rapat juga bilang soal belum dimasukannya usul panitia kreditur ke dalam proposal.
"Dari surat panitia kreditur kirimkan, kita minta agar diberikan jaminan pribadi (personal guarantee) dari pemegang saham debitur, tapi ini belum masuk," katanya dalam rapat.
Pada 5 September 2018, Panitia Kreditur PKPU Sunprima memang telah mengirim berbagai masukan soal isi proposal perdamaian. Selain jaminan pribadi merek juga minta jaminan perusahaan (coorporate guarantee) dari perusahaan Grup Columbia.
"Menyetirkan initial payment minimal 10% dari total tagihan pokok PKPU senilai Rp 4,2 triliun atau sebesar Rp 420 miliar," tulis Ketua Panitia Kreditur Fajar Romy Gunilar dalam suratnya.
Selain soal ketentuan pembayaran, Panitia kreditur juga meminta agar PKPU Sunprima menunjuk auditor forensik Ernst & Young. Hal ini dimaksudkan agar auditor dapat menelusuri aset-aset Sunprima secara menyeluruh.
"Apabila hasil audit forensik berbeda dengan asumsi-asumsi dalam Proposal Perdamaian atau menunjukkan adanya asset-asset di luar agunan existing yang diperoleh dengan menggunakan dana yang belum dimasukkan sebagai sumber pembayaran kepada para kreditur maka debitur harus memperbaiki dan menyesuaikan asumsi-asumsi dan memasukkan aset-aset tersebut sebagai sumber pembayaran," paparnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News