Reporter: Noverius Laoli | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan vonis terhadap PT Angkasa Pura II (Persero) dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk terkait penyediaan jaringan telekomunikasi dan implentasi e-Pos di Bandar Udara Soekarno Hatta (Soetta). Keduanya dinyatakan melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Ketua Majelis Komisi KPPU Syarkawi Rauf mengatakan, Angkasa Pura II dan Telkom telah mewajibkan penggunaan e-Pos terhadap para tenant. Bila tidak diikuti, Angkasa Pura akan memutuskan kontrak secara sepihak dengan para tenant. Karena itu para tenant tidak memiliki pilihan lain selain menggunakan e-Pos meskipun tidak digunakan.
"Menyatakan terlapor I dan II terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 15 ayat 2 UU No.5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat," ujar Syarkawi dalam putusannya, Kamis (8/5). Atas kesalahannya itu, KPPU menghukum Angkasa Pura II membayar denda sebesar Rp 3,402 miliar dan Telkomsel sebesar Rp 2,109 miliar.
Menurut majelis komisi KPPU, implementasi e-Pos di Bandara Soetta bukanlah kebutuhan para penyewa atau tenant di sana. Namun keputusan Angkasa Pura II dan dibantu Telkom mewajibkan para tenant menggunakan e-Pos hanya untuk kepentingan Angkasa Pura II untuk meningkatkan pendapatan.
Telkom dinilai turut bersama-sama dengan Angkasa Pura II dalam penyediaaan e-Pos yang pada akhirnya mengikat dan mewajibkan para tenant membayar biaya e-Pos sebesar Rp 1.350.000 per bulan kepada Telkom.
Kendati dinyatakan melanggar pasal 15 ayat 2, tapi majelis komisi menyatakan Angkasa Pura II dan Telkom tidak terbukti melanggar pasal 17 ayat 1 dan pasal 19 huruf c dan d, UU Nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Atas putusan tersebut kuasa hukum Angkasa Pura II Eriek Permana menyatakan akan menyampaikan putusan tersebut kepada kliennya. Namun menurutnya putusan majelis itu tidak tepat, lantaran kliennya tidak melakukan monopoli barang dan jasa. "Klien kami itu menjual barang untuk komersil dan bukan mengadakan barang dan jasa," ujarnya usai sidang.
Sementara kuasa hukum Telkom Dasril Affandi mengatakan putusan KPPU itu melampauhi kewenangannya. Sebab hukuman kepada Telkom karena disebut memiliki peran serta membantu Angkasa Pura mewajibkan e-Pos kepada tenant bukanlah kewenangan KPPU. "Konsep peran serta itu hanya berlaku di hukum pidana," ujarnya.
KPPU juga merekomendasikan kepada pemerintah, khususnya Kementerian BUMN untuk meninjau kembali peraturan menteri negara BUMN Nomor 05/MBU/2008 tanggal 3 September 2008 tentang pedoman umum pelaksanaan pengadaan barang dan jasa BUMN yang didalamnya diatur mengenai sinergi BUMN yang mengizinkan BUMN melakukan penunjukkan langsung guna mencapai efisiensi.
Dan merekomenasikan Kementerian BUMN agar pengaturan mengenai pengadaan barang dan jasa BUMN tetap memperhatikan prinsip-prinsip persaingan usaha sebagaimana diatur dalam UU nomor 5 tahun 1999 tentang larnagan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Sebelumnya KPPU menduga telah terjadi praktik monopoli dan diskrimnasi layanan e-Pos di Bandara Soetta.
Layanan e-Pos adalah salah satu sistem untuk mengetahui pemasukan dari tenan yang ada di Bandara Soetta. Berdasarkan perjanjian kerjasama antara Angkasa Pura II dan tenan yang membuka usaha di bandara, Angkasa Pura II berhak mendapatkan persenan dari keuntungan yang diperoleh tenant.
Sistem ini dimaksud untuk memastikan total royalti yang akan diterima Angkasa Pura II. Telkom menjadi rekanan Angkasa Pura II dalam menjalankan sistem tersebut. Kemudian Angkasa Pura mengeluarkan Surat Edaran (SE) kepada seluruh tenan di Bandara Soetta wajib menggunakan sistem ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News