Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menengarai adanya indikasi jaringan kartel dalam program subsidi beras bagi masyarakat miskin atau yang dikenal dengan raskin. Indikasi itu didasarkan pada beragam masalah yang ditemukan dalam penyaluran beras itu dari sektor hulu hingga hilir.
"KPK melihat program subsidi ini tidak efektif karena tidak memenuhi '6T' yaitu Tepat Sasaran, Tepat Jumlah, Tepat Waktu, Tepat Harga, dan Tepat Administrasi," kata Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (3/4/2014).
Hal tersebut disampaikan Busyro berdasarkan hasil kajian KPK sebagai bagian dari kewenangannya di bidang pencegahan. Kajian itu disampaikan di depan kementerian/lembaga terkait seperti Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Sosial, Badan Urusan Logistik (BULOG).
Busyro mengatakan, ada beberapa persoalan dalam distribusi beras raskin. Persoalan itu, kata dia, meliputi persoalan pendataan rumah tangga sasaran penerima manfaat (RTS-PM). Ia mengatakan, selama ini alokasi anggaran untuk beras raskin cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
"Pada tahun 2013, Rp 21,4 triliun untuk 15 juta RTS-PM dari sebelumnya Rp 19,3 triliun tahun 2012 dan Rp 16,3 triliun pada tahun 2011 untuk masing-masing 17 juta RTS-PM," ujarnya.
Dia menambahkan, persoalan lainnya adalah adanya ketidaksesuaian harga beras raskin yang mesti ditebus RTS-PM, keterlambatan distribusi yang kerap dilakukan melalui sistem rapel, kualitas beras yang diterima, lemahnya transparansi dan pengawasan dalam program itu.
Oleh karena itu, Busyro meminta agar program subsidi beras raskin didesain ulang. KPK pun memberikan beberapa rekomendasi kepada para pemangku kepentingan (stake holder) agar melakukan review terhadap program itu serta memperkuat sistem pengawasan dan pengendalian agar transparan dan akuntabel.
"Yang terpenting agar proses bisnisnya ini terhindar dari unsur TPK (tindak pidana korupsi)," kata Busyro. (Rahmat Fiansyah)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News