Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) menjadwalkan pemerisaan mantan anak buah M Nazzaruddin, Elvi Syafitri sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan alat kesehatan di rumah sakit khusus pendidikan penyakit infeksi dan pariwisata di perguruan tinggi negeri tersebut tahun 2009, Jumat (5/12). Elvi diketahui merupakan mantan karyawan PT Anugerah Nusantara, perusahaan milik Nazaruddin.
"Yang bersamgkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka MRS (Marisi Matondang)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha saat dikonfirmasi Jumat pagi.
Selain menjadwalkan pemeriksaan terhadap Elvi, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan dua dosen Fakultas Kedokteran Universitas Udayana untuk diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Marisi Matondang. Keduanya yakni dr. AA Sagung Puteri dan dr. I Ketut Rina.
Perlu diketahui, Marisi Matondang merupakan Direktur PT Mahkota Negara, perusahaan yang tergabung dalam Grup Anugerah atau Permai Grup, perusahaan milik Nazaruddin.
Marisi bahkan tercatat pernah menjadi Direktur PT Anugrah Nusantara, perusahaan yang juga tergabung dalam Permai Grup. Marisi juga berulang kali diperiksa KPK terkait sejumlah kasus korupsi yang melibatkan Nazaruddin.
KPK telah menetapkan Marisi sebagai tersangka kasus tersebut pada Kamis (4/12) kemarin. Selain Marisi, Kepala Biro Administrasi dan Keuangan Universitas Udayana, Made Meregawa juga ditetapkam sebagai tersangka kasus itu.
KPK menduga ada kesepakatan dan rekayasa hingga penggelembungan harga (mark up) dalam proses pengadaan alat kesehatan itu senilai Rp 16 miliar tersebut. Akibat perbuatan keduanya, negara diduga mengalami kerugian keuangan negara mencapai Rp 7 miliar.
Keduanya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. Pasal tersebut memuat ancaman pidana maksimal 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp 1 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News