Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. KPK turut angkat bicara terkait usulan besaran Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang dibayar jemaah haji tahun 2023.
Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan menyampaikan, perlu ada harmonisasi dua undang-undang yang terkait dengan haji. Yakni UU nomor 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji dan UU nomor 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh.
Tujuannya agar ada kejelasan berapa porsi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang dibayar jemaah dan berapa porsi biaya yang dibayarkan dari nilai manfaat dana haji yang dikelola BPKH.
Baca Juga: Pengamat Kritik Kenaikan Biaya Haji yang Capai Rp 69,1 Juta
“KPK tidak terlibat di angka berapa sebenarnya karena kita pikir itu keputusan dari pemerintah. Tapi kalau ada angka yang disebut, begini mekanismenya, maka buat BPKH jelas, buat Kemenag jelas, tapi buat jemaah lebih jelas lagi,” ujar Pahala dalam konferensi pers, Jumat (27/1).
Pahala mencontohkan, apa yang terjadi pada saat penentuan presentase Bipih dan nilai manfaat pada penyelenggaraan haji tahun 2022. Awalnya, proporsi biaya haji yang ditetapkan melalui keputusan presiden (Keppres) terdiri dari 48% Bipih yang dibayar jemaah dan proporsi nilai manfaat 52%. Dengan proporsi tersebut, biaya yang dibayar jemaah sekitar Rp 39,8 juta.
Namun dua bulan kemudian terbit keputusan presiden (Keppres) yang direvisi karena adanya kenaikan biaya layanan haji di Arab Saudi. Namun, dalam hasil revisi tersebut, biaya haji atau Bipih yang dibayar jemaah tetap Rp 39,8 juta. Padahal besaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) menjadi Rp 98,3 juta.
Sehingga nilai manfaat yang diambil dari BPKH yang sebelumnya hanya Rp 4,2 triliun menjadi Rp 5,4 triliun. Akibatnya jemaah hanya menanggung 41% dari BPIH. Sementara nilai manfaat menanggung 51%.
“Kondisi ini yang kita bilang kalau diteruskan begini tinggal menungu waktu kapan dana BPKH akan habis nilai manfaatnya. Kalau terus 60% disubsidi jemaah, maka akan habis. Itu yang kita minta BPKH melakukan kajian sustanaibilitas dana haji dan sudah dilakukan,” ungkap Pahala.
Sebelumnya, Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Fadlul Imansyah menjelaskan, saldo nilai manfaat yang ada pada akhir tahun 2021 mencapai Rp 20 triliun. Lalu nilai manfaat yang digunakan untuk penyelenggaraan haji dengan kuota haji 50% pada 2022 mencapai sekitar Rp 6 triliun.
Artinya, jika biaya Bipih yang dibayarkan jemaah haji tahun 2023 sama dengan jemaah haji tahun 2022, maka nilai manfaat yang dibutuhkan sekitar Rp 12 triliun.
Oleh karena itu, saldo nilai manfaat yang tersedia bagi jemaah haji tahun 2024 hanya sebesar Rp 2 triliun – Rp 3 triliun.
Fadlul mengatakan, apabila biaya Bipih jemaah haji tahun 2024 sama dengan biaya Bipih tahun 2022, maka nilai manfaat yang dibutuhkan adalah sekitar Rp 12 triliun. Artinya, kekurangan besaran nilai manfaat sekitar Rp 9 triliun diambil dari dana pokok haji.
“Oleh karena itu makanya kenapa kemudian usulannya menjadi 70% (Bipih), 30%, (nilai manfaat),” ujar Fadlul.
Baca Juga: KPK Panggil Menag dan Kepala BPKH untuk Bahas Biaya Haji
Sebagai informasi, Kementerian Agama (Kemenag) mengusulkan rerata biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) tahun 1444 Hijriah/2023 Masehi menjadi Rp 98,89 juta per jemaah, naik Rp 514,88 ribu dibanding tahun lalu.
Dari jumlah tersebut, biaya yang perlu ditanggung jemaah mencapai 70% atau Rp 69,19 juta per orang. Sementara 30% atau Rp 29,7 juta sisanya dibayarkan dari nilai manfaat pengelolaan dana haji.
"Usulan ini atas pertimbangan untuk memenuhi prinsip keadilan dan keberlangsungan dana haji. Formulasi ini juga telah melalui proses kajian," ujar Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News