kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.303.000   7.000   0,30%
  • USD/IDR 16.584   -33,00   -0,20%
  • IDX 8.251   84,91   1,04%
  • KOMPAS100 1.131   14,37   1,29%
  • LQ45 800   15,27   1,95%
  • ISSI 291   1,34   0,46%
  • IDX30 418   7,16   1,74%
  • IDXHIDIV20 473   8,42   1,81%
  • IDX80 125   1,66   1,35%
  • IDXV30 134   1,28   0,97%
  • IDXQ30 131   2,43   1,89%

Konsumsi Masyarakat Masih Lemah, Diskon Listrik hingga BSU Perlu Dilanjutkan


Kamis, 18 September 2025 / 16:44 WIB
Konsumsi Masyarakat Masih Lemah, Diskon Listrik hingga BSU Perlu Dilanjutkan
ILUSTRASI. Bank Indonesia (BI) menilai sejumlah indikator masih menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga belum cukup kuat pada kuartal III-2025. ANTARA FOTO/Andry Denisah/Spt.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menilai sejumlah indikator masih menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga belum cukup kuat pada kuartal III-2025.

Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan, lemahnya konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh menurunnya ekspektasi konsumen, khususnya pada kelompok menengah ke bawah, serta terbatasnya ketersediaan lapangan kerja.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menambahkan, meskipun pemerintah rutin memberikan stimulus setiap kuartal pada tahun ini, kebijakan tersebut dinilai belum cukup efektif untuk mendorong konsumsi.

Baca Juga: Konsumsi Rumah Tangga Diramal Cenderung Melandai di Kuartal III 2025

Apalagi, terdapat program stimulus yang tidak dilanjutkan, seperti diskon tarif listrik. Serta terdapat perubahan syarat penerima Bantuan Subsidi Upah (BSU) dengan batas gaji yang diturunkan.

“Kalau stimulus hanya bersifat sementara dan kecil, sementara sisi permintaan terus tertekan, dikhawatirkan ekonomi bisa semakin terjebak dalam sekular stagnasi,” kata Bhima kepada Kontan, Kamis (18/9/2025).

Ia berharap diskon tarif listrik bisa kembali dilanjutkan dalam enam bulan ke depan. Selain itu, BSU sebaiknya diperpanjang dengan cakupan hingga pekerja informal yang sebelumnya tidak mendapatkan bantuan.

Menurutnya, langkah ini akan lebih tepat sasaran dan mampu mendorong daya beli masyarakat secara lebih signifikan.

Baca Juga: Ekonom Bank Mandiri Prediksi Konsumsi Rumah Tangga Melambat pada Kuartal III-2025

Sejalan dengan itu, Bhima juga menilai kebijakan pemerintah menginjeksi likuiditas ke lima bank pelat merah dengan total Rp 200 triliun tidak akan berdampak besar selama permintaan kredit masih rendah.

Pada akhirnya, ia memperingatkan bahwa efek berantai berupa gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di berbagai sektor berpotensi terjadi, yang pada gilirannya bisa mendorong lonjakan jumlah pekerja informal.

Selanjutnya: Perkuat Bisnis Global, Pyridam Farma Operasikan Pabrik Farmasi Baru di Australia

Menarik Dibaca: Inovasi Robotik Merambah Dunia Kesehatan Indonesia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×