kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Komisi VIII: DPR memang tidak boleh menggunakan Bahasa Inggris


Selasa, 10 Mei 2011 / 20:05 WIB


Reporter: Dwi Nur Oktaviani | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Ada-ada saja alasan para anggota DPR dalam menghadapi kritik masyarakat terhadap berbagai kunjungan DPR ke luar negeri.

Salah satunya masalah kritik dari Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia (PPI Australia) yang mengimbau para anggota DPR yang hendak melakukan kunjungan ke luar negeri sebaiknya punya kemampuan berbahasa Inggris yang baik supaya bisa berkomunikasi dengan efektif.

Namun Ketua Komisi VIII Abdul Kadir Karding menampik kritik ini. Menurut Abdul, berdasarkan Undang-Undang No 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan tertulis di mana dalam peraturan itu menyebutkan jika pejabat negara berkunjung ke negara lain tidak boleh menggunakan bahasa Inggris alias harus pakai bahasa Indonesia. “Itu sebagai ke-Indonesiaan kita,” ujar Abdul seusai rapat internal Komisi VIII, Nusantara II, Selasa (10/5).

Jadi bagi Abdul, sangat wajar jika Komisi VIII menggunakan seorang penerjemah ketika kunjungan kerja ke Australia. “Menggunakan translator itu wajib. Jadi itu disiapkan kedutaan bersangkutan. Memang kita enggak boleh pakai bahasa Inggris. Itu ada dalam peraturan pemerintah berdasarkan UU bahasa dan UU bendera protokoler,” tegasnya.

Jadi menurut Politisi PKB itu PPI Australia sangat berlebihan karena telah mengutarakan evaluasi seperti itu. Padahal, bagi Abdul, selama kunjungan kerja di Australia Komisi VIII sudah menuruti permintaan PPI Australia.

Misalnya, rombongan Panja RUU Fakir Miskin telah mengunjungi Centrelinks Australia. “Kita sebelumnya sudah mengundang mereka kita sudah bertemu mereka, mereka minta kita ke Centerlinks kita terima, mereka minta kita ketemu parlemen Australia saya pun bertemu parlemen, mereka minta dialog dan mengikuti kunjungan kita di Canberra saya terima. Jadi sejak awal saya katakan tindakan PPI Australia itu terlalu berlebihan,” tambahnya. Apalagi masalah email yang juga sempat menjadi lelucon PPI Australia. Namun, kasus email ini akan menjadi koreksi di Kesekretariatan DPR dan Komisi VIII.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×