Reporter: Muhammad Julian | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan Menteri (Kepmen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) tentang penetapan kawasan hutan dengan pengelolaan khusus (KHDPK) terhadap sebagian hutan negara yang berada di kawasan hutan produksi dan hutan lindung di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Banten, mendapat penolakan dari Komisi IV DPR RI.
Penolakan ini disampaikan Wakil Ketua Komisi IV DPR Dedi Mulyadi saat memimpin audiensi dengan Serikat Karyawan Perum Perhutani pada Rabu (13/4). “Komisi IV menolak surat keputusan ini,” ujar Dedi ketika menutup audiensi, Rabu (13/4).
Sedikit informasi, mengutip Peraturan Menteri LHK Nomor 7 Tahun 2021, KHDPK merupakan areal yang tidak dilimpahkan pengelolaannya kepada badan usaha milik negara (BUMN) bidang kehutanan pada sebagian hutan negara yang berada pada kawasan hutan produksi dan hutan lindung di Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Banten.
Nah, jika mengacu kepada definisi tersebut, penetapan hutan sebagai KHDPK pada suatu kawasan hutan dapat mencabut wewenang pengelolaan BUMN bidang kehutanan, yakni Perhutani, atas kawasan tersebut.
Baca Juga: Menteri LHK Segera Terbitkan PP 23/2021, Begini Kekhawatiran LMDH
Menyoal bentuk pengelolaan, KHDPK dialokasikan untuk enam kepentingan. Yakni, perhutanan sosial, penataan kawasan hutan dalam rangka pengukuhan kawasan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi hutan, perlindungan hutan, atau pemanfaatan jasa lingkungan.
Penetapan KHDPK terhadap sebagian hutan di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Banten diatur dalam Kepmen LHK Nomor SK.287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022 yang ditetapkan pada 5 April 2022 lalu.
Diktum kesatu beleid tersebut menyebutkan, sebagian hutan negara yang berada pada kawasan hutan prorduksi dan hutan lindung di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Banten seluas kurang lebih 1.103.941 hektare (ha) ditetapkan sebagai KHDPK.
Secara terperinci, kawasan tersebut terdiri atas KHDPK yang tersebar di 4 provinsi. Pertama, KHDPK di Provinsi Jawa Tengah seluas 202.988 ha yang berada di kawasan hutan produksi seluas 136.239 ha dan kawasan hutan lindung 66.749 ha.
Kedua, KHDPK di Jawa Timur seluas 502.032 ha yang berada di kawasan hutan produksi seluas 286.744 ha dan kawasan hutan lindung seluas 215.288 ha.
Ketiga, KHDPK di Provinsi Jawa Barat seluas 338.944 ha yang berada pada kawasan hutan produksi seluas 163.427 ha dan kawasan hutan lindung seluas 175.517 ha.
Keempat, KHDPK di Provinsi Banten seluas 59.978 ha yang berada pada kawasan hutan produksi seluas 52.239 ha dan kawasan hutan lindung seluas 7.740 ha.
Dalam audiensi antara Komisi IV DPR dan Serikat Karyawan Perum Perhutani pada Rabu (13/4), sejumlah anggota Komisi IV DPR melontarkan kritik atas penetapan KHDPK pada sebagian hutan di sejumlah wilayah tersebut.
Aspek lingkungan menjadi salah satu aspek yang disoroti. Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Golkar Panggah Susanto menilai, peralihan fungsi hutan bisa menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan pada hutan.
Ini bisa memperparah kerusakan lingkungan yang sebelumnya sudah terjadi di sejumlah titik di wilayah Jawa.
“Saya betul-betul mewakili wilayah saya yang sedemikian parah kritisnya. Lha, kalau difasilitasi lagi dengan alih fungsi menjadi kehutanan sosial yang ujungnya ditanami kol, jagung, singkong, (kerusakaan akan) makin parah,” kata Panggah.
Keresahan akan potensi masalah lingkungan yang timbul juga diutarakan pimpinan audiensi, Dedi Mulyadi. “Tanah (hutan) Jawa sisanya tinggal 16%, kalau sekarang diambil 1,1 juta hektare tinggal 7%-8%, sudah bertentangan dengan prinsip-prinsip ekologi,” tutur Dedi.
Selain menyoroti aspek lingkungan, sejumlah anggota komisi IV DPR juga mencermati aspek hukum dalam penetapan KHDPK terhadap sebagian hutan di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Banten.
Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Gerindra Darori Wonodipuro menilai, Perhutani memiliki dasar hukum di tingkat peraturan pemerintah (PP) dalam mengelola kawasan-kawasan yang kini ditetapkan sebagai KHDPK tersebut.
Kewenangan ini, menurut Darori, tidak bisa dicabut oleh Kepmen LHK Nomor SK.287 Tahun 2022. “Perhutani itu bekerja berdasarkan PP, kok dicabut dengan SK Menteri, tinggi mana SK Menteri dengan PP?” kata Darori.
Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR RI, Johan Rosihan berpandangan, Kepmen LHK Nomor SK.287 Tahun 2022 cacat secara hukum lantaran disusun dengan mengacu kepada Undang-Undang Cipta Kerja.
“UU Cipta Kerja berdasarkan Putusan MK (Mahkamah Konstitusi) dalam status quo dulu. Enggak boleh ada aturan pelaksana di tingkat bawah itu yang mendasarkan diri kepada UU Cipta Kerja itu. Nah, SK ini kan berdasarkan UU Cipta Kerja,” ujar Johan.
Baca Juga: Produksi kayu hutan alam dan hutan tanaman meningkat 6,20% pada kuartal II-2021
Rekomendasi Serikat Karyawan Perum Perhutani
Dalam audiensi, Serikat Karyawan Perum Perhutani juga turut menyampaikan aspirasinya. Ada 6 rekomendasi yang disampaikan. Pertama, pengelolaan hutan tetap diserahkan kepada BUMN. Kedua, perlu dilakukan evaluasi implementasi perhutanan sosial.
Ketiga, perlu dibentuk tim terpadu yang antara lain terdiri Kementerian LHK, Perum Perhutani, pendamping atau pihak yang dipandang perlu dengan maksud melakukan verifikasi detail wilayah kerja Perum Perhutani dan KHDPK dengan tugas mengawal sosialisasi dan pelaksanaan kegiatan kelola SDH (sumber daya hutan) dalam masa transisi.
Keempat, diperlukan penyiapan kelembagaan dan SDM yang dibangun secara tepat untuk menjalankan kebijakan KHDPK. Kelima, perlu diupayakan mitigasi penanganan konflik horizontal atau vertikal sedini mungkin guna meminimalisir dampak sosial yang mungkin terjadi.
Keenam, Serikat Karyawan Perum Perhutani menyampaikan permohonan agar implementasi Kepmen LHK Nomor SK.287 Tahun 2022 dipertimbangkan kembali atau ditunda sambil menunggu ditetapkannya tim terpadu.
“Memperhatikan dampak yang akan timbul dan antisipasi menjelang lebaran, serta gugna menciptakan situasi yang kondusif, kami menyampaikan permohonan untuk dipertimbangkan kembali atau jika perlu ditunda terlebih dahulu implementasi SK 287 sambil menunggu ditetapkannya tim terpadu,” ujar Ketua Serikat Karyawan Perum Perhutani dalam audiensi (13/4).
Baca Juga: Pemerintah genjot perhutanan sosial agar tingkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News