kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

KKP dorong pengembangan teknologi radar pantai


Kamis, 11 Oktober 2018 / 17:08 WIB
KKP dorong pengembangan teknologi radar pantai
ILUSTRASI. PATROLI MARITIM


Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meluncurkan teknologi perikanan radar laut. Teknologi yang dikembangkan oleh Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) yang diberi nama Wakatobi AIS dan Aplikasi Laut Nusantara.

Wakatobi AIS yang merupakan singkatan dari Wahana Keselamatan dan Pemantauan Objek Berbasis Informasi AIS (Automatic Identification System) ini adalah teknologi yang dikembangkan oleh peneliti dan perekayasa Loka Perekayasaan Teknologi Kelautan (LPTK) Wakatobi.

Menggunakan teknologi radar pantai, mereka merekayasa AIS transponder yang dikembangkan secara khusus untuk kepentingan keselamatan nelayan tradisional. Pasalnya, tak jarang ditemukan nelayan yang hilang atau terdampar saat melaut.

Seperti kasus Aldi, seorang nelayan Minahasa Utara yang hanyut dan terombang-ambing selama 1,5 bulan hingga di Perairan Laut Jepang. Di Wakatobi sendiri pun tak jarang kejadian nelayan hilang bahkan hampir setiap bulan.

Wakatobi AIS diciptakan atas identifikasi terhadap tiga masalah utama yang dihadapi nelayan dalam melaut. Pertama, kurangnya kesiapan operasi nelayan dalam hal penguasaan informasi mengenai kondisi meteorologi di area target penangkapan ikan.

Kedua, perlunya peningkatan keterpantauan armada-armada nelayan tradisional oleh otoritas di darat untuk mendukung ekstraksi SDA yang berkelanjutan, sekaligus sebagai data penting dalam proses rescue saat para nelayan mengalami musibah di laut.

Ketiga, sulitnya nelayan tradisional dalam mengabarkan kondisi darurat yang mereka alami akibat terbatasnya moda komunikasi di laut, sehingga tertundanya upaya penyelamatan.

Kepala BRSDM Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sjarief Widjaja menjelaskan pengembangan Wakatobi AIS yang memang didesain khusus sesuai karakteristik nelayan kecil Indonesia. Oleh karena itu, bentuk, ukuran, dan energi yang digunakan pun dirancang sesederhana mungkin agar tak menyulitkan nelayan tradisional.

AIS transponder ini berbentuk kotak dengan dimensi 14,5x13x20 cm dengan panjang antena sepanjang 100 cm. Setiap unitnya memiliki bobot 0,6 kg agar bisa diaplikasikan pada kapal/perahu nelayan yang berukuran kecil, khususnya yang armada berbobot di bawah 1 Gross Ton.

Alat ini didesain dapat bekerja secara portabel dengan baterai sebagai sumber tenaga yang bisa diisi ulang setiap 20 jam pemakaian.

Untuk meningkatkan keselamatan nelayan, terdapat tiga tombol pada perangkat ini, yaitu tombol Power, Penanda Lokasi Tertentu (Custom Tag), dan Tombol Darurat (Distress).

Pengoperasiannya pun cukup mudah. Fungsi dasar AIS yang dimiliki memungkinkan lokasi dan pergerakan nelayan terpantau detik ke detik pada stasiun penerima (VTS).

Dengan demikian, jika suatu saat mereka mengalami masalah di laut seperti mesin kapal mati, tenggelam, atau dirampok, maka rekaman lokasi para pengguna akan mempermudah pencarian.

Selain itu, nelayan juga bisa secara aktif memberikan kabar darurat ke seluruh perangkat penerima AIS lainnya. Dengan menekan tombol distress maka perangkat akan melakukan broadcast pesan AIS selama selang waktu tertentu untuk memastikan pesan teks tersebut dapat terkirim dengan sempurna.

Teks pesan darurat bisa berupa kode bahaya, identitas yang meliputi nama kapal, pelabuhan asal, dan nomor telepon yang bisa dihubungi, dan atau informasi lain yang sebelumnya diprogram ke dalam perangkat.

Wakatobi AIS juga dirancang untuk dapat terkoneksi ke sistem pemantauan lalulintas kapal (Vessel Traffic System/VTS) yang biasa terdapat pada pelabuhan-pelabuhan dan otoritas pelayaran.

Namun alat ini juga dapat terbaca oleh perangkat AIS pada kapal non perikanan sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan kapal nelayan akibat kapal besar sekaligus meningkatkan jangkauan penggunaan alat kendati alat ini dioperasikan di luar dari jangkauan stasiun darat seperti VTS.

Dengan dikembangkannya Wakatobi AIS diharapkan kecelakaan laut yang sering terjadi di seluruh Indonesia seperti kapal hanyut, nelayan hilang, atau kapal tenggelam yang kerap dialami oleh nelayan kecil pencari tuna dapat dihindari.

"Ini adalah karya anak bangsa yang patut diapresiasi. Wakatobi AIS ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan alat pendeteksi lainnya. Namun mungkin biaya produksi perlu ditekan agar dapat diproduksi secara massal," ungkap Sjarief dalam rilis yang diterima Kontan.co.id, Kamis (11/10).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×