Reporter: Siti Masitoh | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja penjualan eceran cenderung melonjak hanya saat ada momentum Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) atau libur panjang.
Kepala Pusat Makroekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rizal Taufiqurrahman menilai, kinerja penjualan eceran yang cenderung melonjak hanya pada momen HBKN dan kemudian melemah di bulan-bulan berikutnya mencerminkan sifat konsumsi rumah tangga yang masih bergantung pada momentum, bukan pada penguatan daya beli yang bersifat struktural.
“Pola ini menandakan bahwa kenaikan konsumsi selama periode puncak lebih bersifat ledakan sesaat ketimbang pertumbuhan berkelanjutan, sehingga setelahnya pasar akan mengalami fase penyesuaian akibat konsumen menahan belanja demi mengkompensasi pengeluaran besar sebelumnya,” tutur Rizal kepada Kontan, Senin (11/8).
Untuk diketahui, Kinerja penjualan eceran diperkirakan terkoreksi secara bulanan pada Juli 2025. Indeks Penjualan Riil (IPR) Juli 2025 diperkirakan mengalami kontraksi, dari bulan sebelumnya, yang mencatatkan IPR sebesar 231.
Baca Juga: Penjualan Naik, Laba Emiten Ritel Ciamik
Proyeksinya penjualan eceran pada Juli 2025 mencatat kontraksi sebesar 4,0% month to month (mtm), lebih tinggi dari kontraksi bulan sebelumnya sebesar 0,2% mtm.
Penurunan yang terjadi secara bulanan dipengaruhi oleh penurunan penjualan Kelompok Peralatan Informasi dan Komunikasi yang terkontraksi 6,4% mtm. Serta Makanan, Minuman, dan Tembakau terkontraksi 5% mtm, seiring dengan berakhirnya periode libur dan cuti bersama dalam rangka Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) dan libur sekolah.
Selanjutnya, kinerja penjualan eceran diperkirakan turun pada September 2025 mendatang dan baru akan meningkat pada Desember 2025.
Hal ini tercermin dari survei penjualan eceran oleh Bank Indonesia (BI), terkait Indeks Ekspektasi Penjualan (IEP) September 2025 yang tercatat sebesar 146,1, lebih rendah dari 159,3 pada periode sebelumnya.
Sedangkan IEP Desember 2025 tercatat sebesar 169,4, meningkat dari periode sebelumnya sebesar 152. Sejalan dengan faktor musiman saat Hari besar Keagamaan Nasional Natal dan Libur akhir tahun.
Lebih lanjut, Rizal menilai, selain problem daya beli terdapat faktor pergeseran perilaku konsumsi yang makin kompleks. Menurutnya, klaim pemerintah bahwa penjualan online meningkat memang benar secara nominal, tetapi tidak otomatis mengimbangi penurunan di kanal offline, terutama bila pertumbuhan e-commerce dibangun di atas perang diskon yang menggerus margin dan nilai riil transaksi.
Ia melihat, pergeseran preferensi generasi muda ke sektor leisure dan experience-based spending membuat ritel konvensional kehilangan momentum, sementara tekanan biaya hidup mulai dari pangan, transportasi, hingga pendidikan menggerus ruang konsumsi untuk barang non-esensial.
“Kontraksi penjualan eceran tidak bisa dianggap sekadar fluktuasi teknis, karena sektor perdagangan adalah salah satu motor Produk Domestik Bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja terbesar,” ungkapnya.
Rizal khawatir, apabila tren ini menetap, dampaknya akan menjalar ke hulu produksi melambat, inventory menumpuk, PHK di sektor ritel meningkat, hingga penerimaan pajak daerah ikut tertekan. Dalam konteks ini, strategi penopang konsumsi di luar periode musiman menjadi krusial.
Selain itu, pelaku ritel perlu mengonsolidasikan strategi omnichannel, mengintegrasikan basis data konsumen untuk penawaran yang lebih presisi, serta mengelola rantai pasok agar adaptif terhadap fluktuasi permintaan.
Di sisi lain, dinilai pemerintah harus lebih aktif menjaga stabilitas harga pangan, mengendalikan inflasi, dan mendorong agenda belanja domestik melalui event kreatif atau stimulus yang menstimulasi konsumsi pada bulan-bulan “sepi”, sehingga denyut ekonomi tidak hanya mengandalkan jangka pendek dari HBKN.
Baca Juga: Istana Kepresidenan Bersolek Sambut HUT ke-80 RI, Penuh Ornamen Merah Putih
Selanjutnya: Istana Kepresidenan Bersolek Sambut HUT ke-80 RI, Penuh Ornamen Merah Putih
Menarik Dibaca: Perempuan Mendominasi Lakukan Pinjaman Keuangan, Ini Sebabnya Dari Kacamata Psikolog
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News