Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kalangan dunia usaha gembira dengan keputusan pemerintah yang akan meluncurkan kebijakan baru tarif PPh final untuk UKM yang diturunkan jadi 0,5% dari yang saat ini 1%. Namun demikian, masih ada yang mengganjal dari aturan ini. Sebab, meski tarif turun, ada kewajiban melakukan pembukuan setelah habisnya jangka waktu yang diperkenankan oleh pemerintah untuk menggunakan tarif baru ini
Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Tax Center Ajib Hamdani mengatakan, hal ini cukup merepotkan bagi bisnis skala UKM, apalagi bagi WP Orang Pribadi.
“Contohnya petani, nelayan, dan lain-lain. Bagaimana mereka diminta untuk melakukan pembukuan, tentu akan membingungkan dan merepotkan,” ujar Ajib kepada Kontan.co.id, Kamis (21/6).
Ia mengatakan, pembukuan baru cenderung layak diwajibkan apabila sebuah usaha sudah masuk skala menengah. Dan untuk kriteria ini, dirinya sepakat bahwa desain aturannya bukanlah pajak final.
“Apabila dirasa batasan Rp 4,8 miliar tidak layak disebut usaha kecil, maka tinggal diturunkan saja batasan omzetnya, misalnya Rp 2 miliar per tahun,” ujar Ajib.
“Pada prinsipnya, spirit kemudahan harus tetap dipertahankan,” lanjutnya.
Wakil Ketua Komite Tetap Kadin Bidang Perpajakan Herman Juwono mengatakan, pada dasarnya adanya batasan waktu ini berguna untuk membangun kesadaran WP UKM. Oleh karena itu, turunnya tarif ini perlu diikuti dengan sosialisasi yang masif agar semua membayar dan adil.
Oleh karena itu, Herman mengatakan, pemerintah perlu menggandeng banyak pihak untuk sosialisasikan ini, misalnya Kemdagri, Pemda, Kecamatan, Kelurahan dan asosiasi seperti Kadin, Apindo, Hipmi, Perbanas, Bank BUMN, IAPI, IAI, dan IKPI
“Koperasi pasar di seluruh nusantara juga perlu diajak karena yang jualan di pasar-pasar belum bayar pajak. Hanya retribusi saja. Bahkan kalau bisa sampai ke RT dan RW,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News