Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) tidak secara serentak atau dalam dua tahap bertentangan dengan Undang-Undang (UUD) 1945. Hal ini disampaikan dalam sidang putusan uji materi Pasal 3 ayat 5, Pasal 9, Pasal 12 ayat 1, ayat 2, Pasal 14 ayat 2, dan Pasal 112 Undang-Undang (UU) Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres).
Ketua MK, Hamdan Zulfa, menyatakan, pelaksanaan Pemilu secara bertahap bersifat inkonstitusional. "Amar putusan mengadili untuk menyatakan bahwa mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," katanya ketika membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (23/1).
Salah satu pasal yang diajukan dalam uji materi yaitu Pasal 3 ayat 5 UU Pilpres berisi tentang penyelenggaraan Pilpres dilakukan setelah pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD. Pemohon uji materi adalah pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Effendi Gazali.
Dengan putusan MK ini, maka pelaksanaan Pemilu harus secara serentak atau bersamaan antara Pemilu Legislatif (Pileg) dengan Pilpres. Hal tersebut sesuai dengan amanat UUD 1945 dimana Pemilu dilakukan secara serentak.
MK menilai, berdasarkan evaluasi pelaksanaan Pemilu 2004 dan Pemilu 2009, calon Presiden terpaksa harus melakukan negosiasi dan tawar menawar politik terlebih dahulu dengan partai politik. Negosiasi politik tersebut lebih banyak bersifat taktis dan sesaat daripada strategis dan jangka panjang.
"Presiden faktanya menjadi sangat tergantung pada partai-partai politik dan dapat mengurangi posisi Presiden, penyelenggaraan Pemilu harus menghindari terjadinya negosiasi dan tawar-menawar politik," kata Hakim Mahkamah, Ahmad Fadlil Sumadi, ketika membacakan pendapat mahkamah.
Menurut MK, pelaksanaan Pilpres setelah Pileg tidak memperkuat sistem presidensial yang akan dibangun sesuai konstitusi. Secara penafsiran sistemik makna asli yang dikehendaki para perumus UUD 1945 adalah pelaksanaan Pemilu serentak.
Nantinya, secara teknis pelaksanaan Pemilu akan terdapat lima kotak suara diantaranya kotak DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Ketika membacakan pendapat Mahkamah, Ahmad menyebutkan, bahwa pelaksanaan Pemilu secara serentak akan lebih efisien, sehingga pembiayaan penyelenggaraan lebih menghemat uang negara. Pilpres serentak juga akan mengurangi pemborosan waktu dan mengurangi konflik atau gesekan horizontal di masyarakat.
Namun, MK juga mempertimbangkan berbagai aspek pemberlakuan Pemilu serentak untuk tahun 2014 ini. Atas dasar Pemilu 2014 sudah mendekati waktu pelaksanaan pada April 2014 dan seluruh peraturan perundang-undangan pendukung Pemilu sudah diterbitkan dan dilaksanakan, maka perlu ada penangguhan pelaksanaan Pemilu serentak.
Hal tersebut untuk menghindari kekacauan pelaksanaan Pemilu 2014 dan ketidakpastian hukum yang tidak diinginkan oleh konstitusi. Sehingga, pelaksanaan Pemilu secara serentak baru dilakukan pada tahun 2019 sekaligus menyiapkan UU yang baru sesuai amanat konstitusi.
Menurut ahmad, meskipun sudah ada putusan terkait pembatalan poin pelaksanaan Pemilu secara bertahap dalam UU Pilpres oleh MK, penyelenggaraan Pemilu 2004 dan 2009 tetap dinyatakan sah dan konstitusional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News