Reporter: Abdul Basith Bardan | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia harus berbenah bila Kerja Sama Ekonomi Komperhensif Regional (RCEP) ditandatangani pada tahun ini.
Pasalnya perjanjian dagang bisa menjadi peluang maupun ancaman bagi Indonesia. Liberalisasi perdagangan bersifat dua arah sehingga persiapan penting agar tak menjadi kerugian dalam perjanjian dagang.
Baca Juga: Kemendag optimistis perundingan perjanjian RCEP rampung November 2020
"Pihak yang lebih sigap dan responsif memanfaatkan perjanjian dagang tersebut secara agresif akan memperoleh keuntungan yang lebih besar dari perjanjian tersebut dibandingkan pihak lainnya," ujar Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (24/6).
Shinta menuturkan, kondisi saat ini Indonesia mengalami kesulitan dalam perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan negara ASEAN dan China. Sementara itu surplus Indonesia dengan negara anggota RCEP lain seperti India, Korea, dan Jepang pun menipis.
Baca Juga: Kemendag pastikan negosiasi perjanjian dagang tetap berjalan meski ada pandemi corona
Diversifikasi produk yang minim membuat Indonesia kesulitan bersaing. Hal itu membuat negara tujuan ekspor mudah menerapkan hambatan non tarif bagi produk Indonesia.
"Kalau Indonesia tidak bisa menciptakan leverage perdagangan baru dalam RCEP dan tidak ada perubahan iklim usaha dan investasi nasional secara paralel di dalam negeri, pelaku usaha nasional akan sulit bersaing ketika RCEP diselesaikan dan dijalankan," terang Shinta.