Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jaksa penuntut umum (JPU) telah menghadirkan saksi untuk lima terdakwa dalam persidangan kasus dugaan korupsi terkait pengurusan Persetujuan Ekspor (PE) minyak sawit mentah (CPO).
Sejauh ini, saksi yang dihadirkan dinilai belum bisa membuktikan adanya manipulasi DMO dan kerugian negara.
Salah seorang saksi Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kementerian Perdagangan (Kemendag) Farid Amir misalnya menjelaskan perusahaan-perusahaan tersebut telah memenuhi Domestic Market Obligation (DMO) bahan baku minyak goreng untuk kebutuhan dalam negeri. Sehingga mendapatkan izin ekspor.
Praktisi hukum Hotman Sitorus mengatakan jika proses pengurusan PE CPO telah sesuai dengan prosedur, maka dugaan korupsi dalam pengurusan PE CPO tidak terpenuhi.
Baca Juga: KPPU Selidiki Google Terkait Dugaan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Ia menjelaskan, dalam setiap pidana korupsi, setidaknya harus ada unsur; Perbuatan melawan hukum, Kerugian Keuangan Negara atau Kerugian Perekonomian Negara, dan Memperkaya diri sendiri atau orang lain.
“Tanpa ada perbuatan melawan hukum maka tidak ada korupsi. Tanpa ada kerugian keuangan negara juga tidak ada korupsi. Tanpa ada memperkaya diri sendiri atau orang lain juga tidak ada korupsi. Ketiga unsur haruslah diuraikan secara jelas dan terang dan kemudian dibuktikan di depan pengadilan,” jelas Hotman melalui keterangan tertulis, Selasa (27/9).
Menurutnya, setelah mendengar kesaksian para saksi, bisa dikatakan ketiga unsur kabur. Tidak terdapat hubungan sebab akibat antara satu unsur dengan unsur lain. Tidak terdapat hubungan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh terdakwa dengan kerugian keuangan negara.
“Sehingga, tidak terdapat hubungan sebab akibat antara kerugian keuangan negara dengan memperkaya perusahaan,” kata Hotman.
Hotman menjelaskan, unsur Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang didakwakan adalah menggunakan dokumen yang dimanipulasi dalam pengurusan Persetujuan Ekspor (PE) melalui aplikasi intrade dalam kurun waktu 1 Februari sampai 16 Maret 2022.
Baca Juga: Eksepsi Ditolak, Kuasa Hukum Togar Sitanggang Ajukan Keberatan Banding
“Pertanyaan mendasarnnya adalah bagaimana mungkin para terdakwa dalam jabatan yang berbeda-beda ada yang sebagai Dirjen, sebagai General Affair, sebagai konsultan, sebagai Senior Manajer, Komisaris dari perusahaan yang berbeda-beda pula bertanggung jawab atas kebenaran data permohonan PE melalui aplikasi Inatrade? Bukankah pemasukan data melalui aplikasi dilakukan oleh para data operator,” kata Hotman.
Kemudian mengenai unsur yang kedua, yakni Kerugian Keuangan Negara atau Kerugian Perekonomian Negara. Dia menjelaskan, jika besarnya kerugian keuangan negara yang didakwa sebesar Rp 6,19 triliun yang diatribusikan kepada tiga grup perusahaan dengan jumlah yang berbeda.
Di samping kerugian keuangan Negara, Jaksa mendalilkan juga kerugian perekonomian negara sebesar Rp 12,31 triliun yang juga diatribusi kepada tiga grup perusahaan dengan jumlah yang berbeda yang merupakan hasil kajian dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gajah Mada tanggal 15 Juli 2022 yang dihitung selama periode 15 Februari sampai Maret 2022.
Baca Juga: Tuduhan Korupsi Minyak Goreng Dinilai Berawal dari Kebijakan DMO yang Jadi Syarat PE
“Pertanyaannya adalah sejauh mana validitas hasil kajian ini. Menarik untuk diuji di pengadilan, sebelum dijadikan referensi untuk menentukan kerugian perekonomian negara,” katanya.
Selanjutnya yang ketiga, unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain. Hal ini terlihat para Terdakwa tidak memperkaya diri sendiri. Tetapi jika ada yang diperkaya adalah perusahaan dalam bentuk keuntungan sebagai akibat tidak menyalurkan kewajiban DMO.
“Ini bisa gampang dilihat dilaporan keuangan perusahaan, apakah benar mereka diperkaya,” tanya Hotman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News