kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Tuduhan Korupsi Minyak Goreng Dinilai Berawal dari Kebijakan DMO yang Jadi Syarat PE


Selasa, 13 September 2022 / 17:32 WIB
Tuduhan Korupsi Minyak Goreng Dinilai Berawal dari Kebijakan DMO yang Jadi Syarat PE
ILUSTRASI. Mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag?Indra Sari Wisnu Wardhana (kelima kanan), menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (31/8/2022). Tuduhan Korupsi Minyak Goreng Dinilai Berawal dari Kebijakan DMO yang Jadi Syarat PE.


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) sebagai syarat mendapatkan Persetujuan Ekspor (PE) minyak kelapa sawit mentah atawa Crude Palm Oil (CPO) dituding sebagai salah satu penyebab terjadinya kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng sejak akhir 2021.

Praktisi hukum Hotman Sitorus mengatakan, tuduhan korupsi PE minyak goreng berawal dari aturan pemerintah terkait dengan 20% kewajiban DMO, dan ketentuan harga penjualan di dalam negeri (DPO) atas komoditas CPO dan turunannya. 

“Aturan tersebut, syarat mutlak bagi para produsen CPO, dan turunannya, untuk mendapatkan PE CPO dan turunannya ke luar negeri," ujarnya dalam keterangannya, Selasa (13/9).

Menurut Hotman, ada kekeliruan dalam memahami kasus ini. Sebab menurutnya, tuduhan korupsi dalam kasus minyak goreng sekarang ini justru melanggar ketentuan pasal 25 dan 54 ayat 2 huruf a,b,e, f Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang perdagangan.

Baca Juga: Putusan Sela Sidang Kasus Korupsi Izin Ekspor CPO, Hakim Tolak Eksepsi Para Terdakwa

“Karena pasal tersebut sebenarnya mengatur pengendalian barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting yang menjadi tugas pemerintah dan pemerintah daerah untuk pengendalian ketersediaan barang di seluruh wilayah NKRI dalam jumlah yang memadai, mutu yang baik, dan harga yang terjangkau,” tegas Hotman. 

Sehingga pemerintah berkewajiban mendorong peningkatan dan melindungi produk barang kebutuhan pokok dan barang penting dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan nasional. 

Karena itu, menurutnya di pasal 25 ini tidak serta merta pelaku usaha dapat disalahkan karena pelaku usaha mengikuti ketentuan pemerintah terutama terkait pengurusan persetujuan ekspor. 

"Apalagi jika kebijakan Permendag yang salah karena pelaku usaha sudah terikat kontrak dengan pihak importir yang mesti dipenuhi kewajibannya oleh perusahaan dalam negeri,” kata Hotman.

Baca Juga: Respons Kuasa Hukum Terdakwa Kasus Minyak Goreng Pasca Pembelaannya Ditolak Jaksa

Sementara itu, Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Institute (PASPI), Tungkot Sipayung mengatakan, perubahan kebijakan yang cepat pasti menghambat dan mengurangi daya saing industri kelapa sawit. 

“Gonta-ganti kebijakan  DMO dan DPO CPO mirip kebijakan jaman jahiliah, selain berisiko mekanisme ini juga sulit dijalankan,”kata Tungkot.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×